Page 42 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 42
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
diperuntukkan bagi penduduk non-pribumi, sebanyak 359 buah. Di
beberapa daerah sekolah yang didirikan missie dan zending berjumlah
451 buah. Secara keseluruhan jumlah sekolah 1.501. Peranan sekolah
missie dan zending membuat ketidakseimbangan ini lebih mencolok
lagi. Di seluruh daerah Minahasa yang berpenduduk kira-kira 450
ribu, sekolah pemerintah berjumlah 115 buah, sekolah partikulir 14
dan sekolah dari gereja 237 buah, sedangkan di bagian selebihnya di
Sulawesi seluruh sekolah belum melebihi 20 buah (pada tahun 1895
jumlah yang tercatat 14 buah). Di seluruh Sumatra, kecuali daerah
Tapanuli Utara, jumlah sekolah pemerintah, swasta dan missie
jumlahnya 98 buah, sedangkan di Tapanuli Utara, daerah Batak-
Kristen, jumlah ketiga jenis sekolah tersebut sebanyak 200 buah .
3
Pada tahun 1900 tercatat sebanyak 169 Europese Lagere
School (ELS) di seluruh Hindia Belanda, dengan jumlah murid anak
pribumi sebanyak 1.545, sedangkan jumlah murid Eropa berjumlah
13.592. Dari sekolah ini murid-murid dapat melanjutkan pelajaran ke
STOVIA di Batavia yang telah mengalami beberapa kali pembaruan
sejak didirikan pada tahun 1851, atau secara teoretis bisa saja
melanjutkan ke Hoogere Burgelijk School (HBS). Namun, pada
prakteknya, hal ini hampir tidak mungkin dilakukan karena hanya
kurang dari satu persen tamatan ELS yang bisa menikmati pendidikan
lima tahun HBS. Untuk bisa masuk HBS, persyaratannya sangat
4
berat, mulai dari ujian masuk hingga pembiayaan. Oleh karena itu,
mereka lebih memilih untuk masuk sekolah pegawai, atau OSVIA
yang jumlahnya kira-kira enam buah. Setelah belajar berharap bisa
menduduki tempat yang tertinggi dalam kepegawaian yaitu menjadi
bupati. Sekolah yang lebih umum ialah Kweekschool (Sekolah Raja)
yang jumlahnya sebanyak lima buah terdapat di Surakarta, Bandung,
dan tiga di luar Jawa, yaitu di Ambon, Manado, dan Bukittinggi.
STOVIA di Jakarta mempunyai tempat yang unik dalam
sejarah kebangsaan. Di STOVIA mulai bersemi semangat
nasionalisme, mula-mula bersifat ke-Jawa-an, kemudian bersemi dan
berbau ke-Hindia-an. Sebagai satu-satunya sekolah dokter untuk
pribumi, STOVIA adalah sekolah pertama yang mengumpulkan
murid-murid dari seluruh penjuru tanah air. STOVIA juga berperan
penting dalam pengembangan bahasa Melayu. Van Ophuysen yang
terkenal sebagai perumus ejaan Melayu pernah mengajar di sekolah
ini. Sementara itu, Sekolah Raja di Bukittinggi tidak hanya mendidik
calon guru, tetapi juga mendidik calon pegawai pemerintah.
34 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya