Page 47 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 47
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
selama beberapa tahun diambil alih oleh perusahaan pelayaran angkutan
pos). Pada akhir 1860-an satu kapal uap Prancis ditetapkan untuk
melayani rute antara Singapura dan Batavia dan sudah barang tentu
melanjutkan perjalanannya ke Hongkong terus ke Manila.
Sebelum dibukanya terusan Suez, pusat-pusat pantai utama
berada di India, Asia Tenggara, Cina, dan Jepang. Pembukaan terusan
Suez pada Desember 1869 mengkonsolidasikan integrasi yang lebih
dekat antara Asia dan Eropa meskipun terjadi pula diversifikasi dalam
jaringan pelayaran. Sebelum 1870 hanya Inggris dan Perancis yang
mampu memberikan pelayanan angkutan pos dengan subsidi
pemerintah, kekuatan kolonial yang lain membangun sendiri jaringan
langsung antara negeri induk dengan wilayahnya di Asia; bendera
Stoomvaart Maatschappij Nederland (SMN) mulai berlayar pada 1871 dan
bendera Spanyol dikibarkan oleh Olano dan Larinaga & Co. pada 1873.
Gagasan untuk memunculkan angkutan kapal oleh swasta di
10
Hindia Belanda muncul sekitar 1850 . Selama ini angkutan kapal di
Hindia Belanda dilaksanakan secara proteksionis sehingga mengundang
kritik dari kaum liberal. Pada 1825, pemerintah Belanda menyewa kapal
asing seperti kapal milik perusahaan Inggris Firma Maclain Watson &
Co. ss Baron van der Capellen yang berbobot mati 114 last dengan harga
6.000 sampai 8.000 gulden sebulan. Pada 1827 satu kapal lain juga
disewa di Singapura. Dengan semakin ramainya kapal yang
dioperasikan maka pemerintah memikirkan untuk mengembangkan
berbagai kota pelabuhan yang ada di utara pulau Jawa.
Hiruk pikuknya perkembangan perusahaan pelayaran di antara
negera-negara Eropa dan Asia mendorong pemerintah Belanda untuk
mengembangkan armada lautnya yang dioperasikan di Hindia Belanda.
Kapal-kapal tersebut semula bukan milik perusahaan swasta tetapi milik
pemerintah di Negeri Belanda. Pada pertengahan abad ke-19
perkembangan armada angkutan laut pemerintah Belanda di Asia
Tenggara berkembang secara pesat. Pada 1845 jumlah kapal yang
dioperasikan adalah 4 buah, pada 1847 bertambah menjadi 6, dan tiga
tahun kemudian jumlah kapal yang dioperasikan meningkat menjadi 10
buah. Kapal tersebut melayani angkutan barang dan penumpang serta
dinas pos dari Batavia ke Singapura kemudian pengangkutan ke Eropa
bekerjasama dengan armada Inggris.
Pada 1852 pemerintah Hindia Belanda meneken kontrak baru
dengan C. de Vries yang diberi ijin untuk membuka jalur pelayaran
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 39