Page 48 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 48
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
antara Batavia – Bengkulu – Padang pergi pulang dan dari Batavia ke
Makasar lewat Semarang dan Surabaya pergi pulang setiap musim timur
sebulan sekali. Pada musim barat setiap dua bulan pelayaran diarahkan
ke Ambon, Ternate, Menado dan Makasar. Dalam kontrak tertanggal
1 Juni 1854, de Vries diberikan konsesi untuk membuka jalur pelayaran
baru yaitu ke Muntok, Kepulauan Riau. Jalur ini berangkat dari Batavia
lewat Muntok terus ke Singapura pergi pulang. Subsidi yang diberikan
pemerintah dalam mengangkut surat dinas sungguh sangat memuaskan.
Pada tahun pertama subsidi yang diberikan kepada perusahaan
pelayaran sebesar f.140.000,- kemudian menjadi f.130.000,- atau rata-
rata f.9,69 dan f.8,73 setiap mil. Dengan semakin meluasnya jangkauan
jaringan pos yang harus dilayani maka pemerintah menaikkan besarnya
subsidi menjadi f. 10,56 untuk setiap mil. Naiknya subsidi tersebut bukan
saja berarti bahwa pemerintah ingin agar penyampaian pesan dari satu
daerah ke daerah lain terjamin tetapi juga dapat diartikan bahwa
pemerintah ingin mendorong agar perusahaan pelayaran milik swasta
berkembang sehingga jaringan pelayaran dapat menembus setiap titik
penting bagi kepentingan pemerintah kolonial di Hindia Belanda.
Pada 4 Februari 1888 parlemen Belanda mensyahkan
dibentuknya perusahaan pelayaran yang lebih menjamin angkutan
barang dari tanah jajahan ke Negeri Belanda. Perusahaan tersebut
11
dinamakan Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) . Perusahaan
KPM diberi hak untuk mengangkut barang dan penumpang dari Hindia
Belanda ke Eropa. Untuk angkutan pos subsidi yang diberikan
pemerintah kepada perusahaan ini adalah lebih tinggi daripada subsidi
yang diberikan kepada perusahaan Inggris. Fasilitas bagi angkutan
penumpang juga dilakukan pembenahan seperti tempat duduk
penumpang dibagi menjadi kelas utama, kelas satu sampai kelas lima.
Tarif untuk perjalanan dinas pegawai pemerintah dan tarif angkutan
barang juga lebih rendah.
Depresi ekonomi 1930-an yang membawa dampak buruk pada
perusahaan perkebunan di Sumatra Timur mengakibatkan terjadinya
arus balik para pekerja perkebunan yang berasal dari Jawa. Mobilitas
tenaga kerja pada dasawarsa ini tentu melibatkan kapal laut terutama
yang mempunyai pangkalan keberangkatan di Sabang atau Belawan
Deli. Dari pelabuhan keberangkatan itu para pekerja diangkut menuju ke
berbagai pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa seperti Batavia, Cirebon,
Semarang, dan Surabaya. Sementara produksi industri perkebunan
seperti karet dan tembakau terhenti karena terikat pada perjanjian
40 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya