Page 44 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 44
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Seperti sekolah rendah, perkembangan yang terpenting dari
jaringan dan jumlah sekolah menengah juga terjadi antara tahun 1910
sampai tahun 1930. Setelah tahun 1930 terjadi pasang turun dan naik
yang saling bergantian pada setiap tahunnya. Sekolah-sekolah kejuruan
"Bumiputera" tetap memainkan peranan penting. Pada tahun 1930
murid dari sekolah kejuruan terdiri dari sekolah-sekolah guru (normal),
mantri kesehatan, pertukangan, perkebunan, dan magang, berjumlah
15.716 orang. Pada kelompok "Belanda", jumlahnya hanya 5.233 orang.
Dalam jumlah ini telah terhitung murid-murid MOSVIA, PHS (sekolah
dagang), Ambachtschool, Kweekschool, HIK, dan sebagainya, sedangkan
jumlah murid pribumi yang sekolah di MULO pada waktu yang
5
bersamaan mencapai angka 6.906 orang.
Setelah tahun 1930, seperti telah dikatakan di atas,
perkembangan sekolah pemerintah dan swasta bersubsidi, berjalan
lambat. Hal ini disebabkan pada dasawarsa itu dimulai politik
penghematan, sebagai akibat malaise yang menimpa perekonomian
dunia. Apalagi Gubernur Jenderal Colijn, yang mulai memerintah
tahun 1931 adalah seorang konservatif. Ia mengatakan, bahwa
pemerintah Belanda sangat kuat, "sekuat Mont Blanc di pegunungan
Alpen". Ia menjalankan "politik apa yang mungkin", bukan kebijakan
yang bersumber pada "apa yang diinginkan". Di samping itu, tenaga
terdidik yang dihasilkan sekolah tidak sanggup lagi ditampung oleh
lowongan kerja yang tersedia. Hal inilah yang antara lain mendorong
Komisi Penyelidik HIS, yang dipimpin oleh Schrieke untuk
menasehatkan kepada pemerintah pada tahun 1930 supaya tidak lagi
menambah jumlah HIS, karena masalah sekolah tidak saja
menyangkut soal tersedianya tenaga yang diperlukan, tetapi juga
permintaan yang muncul.
1.2. Mobilitas Sosial dan Munculnya Elite Modern
Dampak positif pengajaran sistem Barat bagi kalangan elite
tradisional adalah penguatan dasar legitimasi atau keabsyahan bagi
kedudukan mereka. Dengan pengajaran Barat, elite tradisional ini
merasa lebih percaya diri sebab pada mereka telah terkumpul dua
sumber keabsyahan, yaitu keturunan berdasarkan tradisi yang terkait erat
6
dengan asas pewarisan jabatan (erfelijksheidbeginsel), dan pengajaran
Barat, yang memungkinkannya untuk menjadi perantara dengan
penguasa asing. Karena itu, tuntutan bagi pengajaran Barat sangat keras
36 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya