Page 45 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 45
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
bergema di kalangan mereka. Banyak kalangan bangsawan
menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah Barat, bahkan akhirnya anak-
anak ini menjadi terpengaruh budaya Barat, karena peran “Bapak asuh”
yang sangat kuat. Misalnya yang dilakukan oleh Snouck Hurgronje
terhadap putra-putra Bupati Serang, P.A.A. Djajadiningrat dan Hoesein
Djajadiningrat, putra Bupati Bandung, R.A.A. Wiranatakusumah, dan
lain-lain. Di samping Snouck Hurgronje, masih ada sejumlah nama lain
yang mempunyai perhatian seperti itu terhadap kelompok orang pribumi
seperti Abendanon, Engelenberg, Van Lith, dan Hardeman.
Tuntutan untuk memperoleh pendidikan Barat, semakin meluas
karena dimulainya pelebaran kelas pegawai oleh pemerintah kolonial.
Hal ini langsung mengancam kedudukan keluarga pegawai lama yang
hanya bertopang pada kebanggaan keturunan. Untuk mempertahankan
harkat dan status kepegawaiannya, yang dulu didasarkan hubungan
dengan raja, maka kini harus diperoleh melalui ketrampilan teknis
menurut corak Barat. Tanpa hal ini kegoncangan dalam kepegawaian
tidak bisa dielakkan. Begitulah umpamanya, pada tahun 1905 bupati
Tuban mengeluh, bahwa dari 260 orang priyayi yang baru diangkat di
Keresidenan Rembang hanya sepuluh orang saja yang mendapat
pendidikan di OSVIA. Pada tahun 1940 semua regent, yang jumlahnya
65 orang, dan sebagian besar patih di Jawa adalah tamatan OSVIA.
Sebagian dari mereka telah menduduki perguruan tinggi. Dari jumlah
340 wedana, sepersepuluhnya adalah tamatan dari sekolah yang
sama.
Di luar kepamongprajaan lembaga pengajaran Barat
menghasilkan tenaga-tenaga yang terlatih yang dapat dipekerjakan
pemerintah. Sebagai contoh dapat disebutkan bahwa pada tahun 1941
tercatat 90 sarjana hukum pribumi bekerja pada badan-badan
pemerintahan, di antaranya 54 orang bekerja di bawah Departemen
Kehakiman, 306 orang dokter bekerja pada Dinas Kesehatan. Pada
tingkat lebih rendah dapat disebut bahwa pada tahun tersebut 58 dari
jumlah 139 orang mantri hutan adalah orang pribumi asli, sebanyak
139 orang pula bekerja sebagai mantri pertanian, dan sebanyak 63
orang bekerja sebagai mantri hewan. Semuanya adalah tenaga terlatih
dan termasuk kelas atas dan menengah dalam struktur kepegawaian.
Para pejabat baru banyak yang mendapatkan kedudukan
pemerintah berasal dari golongan bawah. Dalam hal ini sekolah
menjadi saluran mobilitas sosial dan menjadi titik tolak ke arah
transformasi sosial. Anak-anak dari pegawai rendah, karena
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 37