Page 379 - Bu Kek Siansu 01_Neat
P. 379

hatiku menguji kelihaianmu dan bertanya apakah benar engkau Ratu Pulau Es?"


               Kwat Lin mengangguk. "Benar, aku adalah bekas Ratu Pulau Es! Kiam-mo Cai-

               li, kalau engkau tidak membela tosutosu Bu-tong-pai perlu apa kita bertanding?

               Ketahuilah, aku sedang membangun Bu-tong-pai dan aku membutuhkan kerja

               sama  dengan  orang-orang  pandai,  terutama  sekali  engkau.  Apakah  seorang

               dengan kepandaian seperti engkau ini tidak pula mempunyai cita-cita tinggi untuk

               mencapai  matahari  dan  bulan?  Ataukah  hanya  menanti  kematian  begitu  saja,

               membusuk  di  tempat  pertapaanmu  di  Rawa  Bangkai?"  "Hi-hihik,  aku  sudah

               mendengar pula akan usahamu yan bercita-cita luhur! Karena itu pula aku tertarik

               dan datang ke sini. Akan tetapi sebelum kita bicara tentang kerja sama dan cita-

               cita, kita harus menentukan dulu siapa diantara kita yang patut memimpin dan

               siapa  pula  yang  harus  taat."  "Maksudmu?"  The  Kwat  Lin  memandang  tajam

               dengan alis berkerut. "Kita bekerja sama, itu pasti! Dan kalau kita berdua sudah

               bekerja sama, di tangan kita kaum wanita, tentu segalanya akan berhasil baik!

               Lihat  saja  keadaan  di  istana  kerajaan.  Seorang  selir  mampu  mengemudikan

               seluruh kendali pemerintahan! Akan tetapi untuk menentukan siapa yang akan

               menjadi pemimpinnya diantara kita, perlu diketahui sekarang juga."


               "Bagus!  Dengan  lain  kata-kata  engkau  menantang  untuk  kita  mengadu
               kepandaian,  ya?  Kiam-mo  Cai-li,  engkau  seperti  seekor  katak  dalam  sumur!


               Majulah!" Kwat Lin membanting kakinya ke atas tanah dekat pusaka Bu-tong-

               pai dan.... tongkat yang menancap setengahnya lebih itu mencelat ke atas seperti

               didorong dari bawah tanah, lalu tongkat itu disambar dan dipegangnya.

               Kiam-mo Cai-li menganguk-angguk. "Hebat memang sinkangmu, Pangcu. Akan

               tetapi  jangan  kau  salah  sangka.  Sekali  ini  aku  benar-benar  menyadari  bahwa

               usiaku  sudah  makin  tua  dan  aku  perlu  memperoleh  kedudukan  yang  akan

               menjamin  masa  tuaku  sampai  mati. Kita  hanya  mengukur  kepandaian,  bukan

               bertanding  sebagai  musuh,  hanya  untuk  menentukan  tingkat  siapa  yang  lebih

               tinggi di antara kita berdua."




                                                           378
   374   375   376   377   378   379   380   381   382   383   384