Page 9 - SURAT AL FATIHAH DAN TAFSIRNYA
P. 9

Seseorang yang mau berpikir tentu akan merasa bahwa hidup di dunia ini belumlah
                       sempurna, perlu disambung dengan hidup yang lain. Alangkah banyaknya orang yang
                       teraniaya hidup di dunia ini telah pulang ke rahmatullah sebelum mendapat keadilan.
                       Alangkah  banyaknya  orang  yang  berjasa  kecil  atau  besar,  belum  mendapat
                       penghargaan atas jasanya. Alangkah banyaknya orang yang telah berusaha, memeras
                       keringat, membanting tulang, tetapi belum sempat lagi merasakan buah usahanya itu.
                       Sebaliknya, alangkah banyaknya penjahat, penganiaya, pembuat onar, yang tak dapat
                       dijangkau oleh pengadilan di dunia ini. Lebih-lebih kalau yang melakukan kejahatan
                       atau  aniaya  itu  orang  yang  berkuasa  sebagai  raja,  pembesar  dan  lain-lain.  Maka
                       biarpun kejahatan dan aniaya itu telah merantai bangsa seluruhnya, tidaklah akan
                       digugat orang, malah dia tetap dipuja dan dihormati. Maka, dimanakah akan didapat
                       keadilan itu, seandainya nanti tidak ada mahkamah yang lebih tinggi, Mahkamah Allah
                       di hari kemudian?

                       Sebab itu, para pemikir dari zaman dahulu telah ada yang sampai kepada kepercayaan
                       tentang  adanya  hari  akhirat  itu,  semata-mata  dengan  jalan  berpikir,  antara  lain
                       Pitagoras. Filsuf ini berpendapat bahwa hidup di dunia ini merupakan bekal hidup
                       yang abadi di akhirat kelak. Sebab itu sejak dari dunia hendaklah orang bersedia untuk
                       hidup yang abadi. Sokrates, Plato dan Aristoteles berpendapat, "Jiwa yang baik akan
                       merasakan kenikmatan dan kelezatan di akhirat, tetapi bukan kelezatan kebendaan,
                       karena kelezatan kebendaan itu terbatas dan mendatangkan bosan dan jemu. Hanya
                       kelezatan rohani, yang betapa pun banyak dan lamanya, tidak menyebabkan bosan
                       dan jemu."

                       Kepercayaan Masyarakat Arab Sebelum Islam tentang

                       Hari Akhirat


                       Di antara masyarakat Arab sebelum Islam terdapat beberapa pemikir dan pujangga
                       yang telah mempercayai adanya hari kemudian, seperti Zuhair bin Abi Sulma yang
                       meninggal dunia setahun sebelum Nabi Muhammad saw diutus Allah sebagai rasul.
                       Ada pula di antara mereka yang tidak mempercayai adanya hari kemudian. Dengarlah
                       apa  yang dikatakan oleh salah seorang penyair  mereka:  "Hidup,  sesudah  itu mati,
                       sesudah itu dibangkitkan lagi, itulah cerita dongeng, hai fulan." Karena itu, datanglah
                       agama Islam, membawa kepastian tentang adanya hari kemudian. Pada hari itu akan
                       dihisab semua perbuatan yang telah dikerjakan manusia selama hidupnya, besar atau
                       kecil. Allah berfirman:

                        (7) Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat
                       (balasan)nya, (8) dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia
                       akan melihat (balasan)nya. (az-Zalzalah/99: 7-8)

                       Tidak  sedikit  ayat  di  dalam  Al-Qur'an  yang  menjelaskan  bahwa  di  antara  mereka
                       memang banyak yang tidak percaya adanya hari akhirat; hidup hanya di dunia, setelah
                       itu selesai (al-An'am/6: 29 ; al-Mu'minun/23: 37). Mereka berkata, bila seorang bapak

                                   DINIYAH TAKMILIYAH AL MUJAHIDIN
                          Jl. Rancameong RT 02 RW 05 Kel. Babakan Penghulu Kec. Cinambo Kota Bandung.
   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14