Page 224 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 224
OMNIBUS LAW, KARPET MERAH TENAGA KERJA ASING DARI PASAL-PASAL YANG
RONTOK
Jakarta - Suara serak orasi buruh silih berganti. Semangat mereka tetap berapi-api, menuntut
pembatalan Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law . Ini hari ketiga para buruh dan
pekerja mogok turun ke jalan, setelah beleid itu disahkan DPR pada 5 Oktober 2020.
Berpusat di kawasan-kawasan industri, buruh menyerukan pasal-pasal yang hanya
menguntungkan investor dalam undang-undang sapu jagat. Aturan ini dinilai mengancam
kesejahteran hak-hak pekerja. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dalam tuntutannya
setidaknya menyoroti 12 klausul. Salah satu poin yang dipersoalkan adalah longgarnya izin
tenaga kerja asing masuk Indonesia.
Klausul ini dikhawatirkan menggeser hak-hak pencari kerja memperoleh lapangan pekerjaan di
negeri sendiri. "Jelas ini akan mempermudah TKA (tenaga kerja asing) masuk. Apalagi
praktiknya, saat ini saja TKA unskill (tidak memiliki kemampuan) sudah banyak yang masuk,"
tutur Presiden KSPI Said Iqbal dalam surat terbukanya yang dikutip pada 8 Oktober 2020.
Penolakan UU Cipta Kerja akibat pelonggaran perekrutan tenaga asing juga datang dari Wakil
Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan. Ia menilai keberadaan produk undang-
undang ini hanya akan menimbulkan masalah baru di tengah pandemi Covid-19.
"RUU ini hanya akan menyebabkan karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap.
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) akan semakin besar," ujar Syarief.
Berdasarkan naskah undang-undang Cipta Kerja, pengaturan tentang tenaga kerja asing diatur
pada bagian kedua klaster ketenagakerjaan. Dalam Pasal 81 termuat pengubahan,
penghapusan, dan tambahan beberapa klausul dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Adapun pengubahan tampak pada Pasal 42 ayat 1. Di undang-undang sebelumnya, setiap
pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri
atau pejabat yang ditunjuk. Sedangkan dalam beleid yang baru, izin tertulis hanya diganti
dengan rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh pemerintah pusat.
Kemudian pada ayat 3, pemerintah menambahkan pihak-pihak yang bebas dari persyaratan yang
tercantum di ayat 1. Sebelumnya, pihak yang dikecualikan mengurus izin seperti yang tertera
pada ayat 1 hanya berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja
asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.
Sedangkan di beleid anyar, pengecualian syarat pada ayat 1 diperlebar bukan hanya bagi
pegawai diplomatik dan konsuler. Melainkan juga untuk direksi atau komisaris dengan
kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham serta tenaga kerja asing yang dibutuhkan
oleh pemberi kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi,
perusahaan rintisan (start-up), kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.
Pemerintah sejatinya tetap mengatur pekerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam
hubungan kerja untuk jabatan tertentu pada ayat 4 pasal tersebut. Namun, ayat 5 yang berbunyi
bahwa ketentuan di ayat 4 yang mesti disertai dengan Keputusan Menteri dihapus.
Sebagai gantinya, pada ayat 5 UU Cipta Kerja, pemerintah hanya menambahkan klausul tenaga
kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi bidang personalia.
Selain itu, pemerintah juga mengubah ayat 6 yang berbunyi: "Tenaga kerja asing sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) yang masa kerjanya habis dan tidak dapat di perpanjang dapat
digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya," menjadi: "Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan
223