Page 396 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 396

kekuasaan politik. Suatu hal yang tak sesuai dengan prinsip Negara Hukum di Negara demokratis
              seperti Indonesia
              neutral - Hidayat Nur Wahid (Anggota Komisi VIII DPR RI) Apabila langkah itu tidak diambil
              Presiden Jokowi, HNW mendukung bila warga Indonesia baik dari Sarikat Pekerja/Organisasi
              Buruh, organisasi Profesi, LSM, Ormas maupun individu yang dirugikan oleh UU Cipta Kerja itu,
              untuk mempergunakan hak konstitusionalnya dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah
              Konstitusi. Dan hendaknya MK betul-betul melaksanakan kewajibannya dengan adil dan benar,
              demi terselamatkannya NKRI sebagai negara Pancasila dan negara Hukum



              Ringkasan

              Wakil  Ketua  MPR  yang  juga  Anggota  Komisi  VIII  DPR  RI    Hidayat  Nur  Wahid    menilai  ada
              ketidaklaziman  dalam  aspek  formalitas  pembentukan  undang-undang  dalam  persetujuan
              Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) oleh pemerintah dan mayoritas fraksi di
              Badan  Legislasi  Dewan  Perwakilan  Rakyat  Republik  Indonesia  (Baleg  DPR  RI)  dan  di  Rapat
              Paripurna  DPR  RI.  Juga  substansi  dan  intisari  RUU  yang  bermasalah,  sehingga  masih  terus
              mendapat kritikan dan penolakan publik.



              HNW: PRESIDEN PERLU MENGELUARKAN PERPU UNTUK MENGAKHIRI POLEMIK
              UU CIPTAKER

              Wakil  Ketua  MPR  yang  juga  Anggota  Komisi  VIII  DPR  RI    Hidayat  Nur  Wahid    menilai  ada
              ketidaklaziman  dalam  aspek  formalitas  pembentukan  undang-undang  dalam  persetujuan
              Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) oleh pemerintah dan mayoritas fraksi di
              Badan  Legislasi  Dewan  Perwakilan  Rakyat  Republik  Indonesia  (Baleg  DPR  RI)  dan  di  Rapat
              Paripurna  DPR  RI.  Juga  substansi  dan  intisari  RUU  yang  bermasalah,  sehingga  masih  terus
              mendapat kritikan dan penolakan publik.

              Hidayat menyoroti saat pengambilan keputusan tingkat I di Badan Legislasi (Baleg) dan tingkat
              II di Rapat Paripurna,  draft  utuh dan final RUU tersebut belum dibagikan ke semua fraksi.
              Tetapi aneh, semua fraksi di DPR sudah diminta untuk menyampaikan pendapatnya. Meski, pada
              saat pengambilan keputusan di Baleg, ada dua fraksi, yaitu F PKS dan Fraksi Partai Demokrat
              (FPD) menolak untuk meneruskan rapat paripurna, tetap saja RUU itu diteruskan untuk dibawa
              ke forum pengambilan keputusan tingkat II yaitu Rapat Paripurna DPR RI. Namun, lagi-lagi, tidak
              ada  draft  akhir Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang dibagikan sebelumnya kepada setiap fraksi
              maupun anggota DPR.

              "Pembahasan  RUU  ini  sangat  terburu-buru,  dan  bagaimana  mungkin  fraksi  'dipaksa'  untuk
              menyampaikan pendapat mininya, dan bahkan pendapat akhir di rapat Paripurna, tetapi draft
              secara utuh RUU Ciptaker itu tidak dibagikan terlebih dahulu. Begitu terburu-burunya, sehingga
              jadwal pengesahan RUU dalam rapat paripurna DPR pun mendadak dimajukan, dari tanggal 8
              menjadi tanggal 5 September. Ini menimbulkan tanda tanya besar, ada apa dibalik semua ini?"
              ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (7/10).

              Karena  tidak  terpenuhinya  asas  transparansi  dan  kepatuhan  pada  aspek  legal,  HNW  menilai
              wajar  sikap  FPKS  dan FPD,  yang  menolak  melanjutkan  pembahasan  RUU  tersebut  ke  Rapat
              Paripurna. Dan ketika tetap dibawa juga ke Rapat Paripurna, wajar bila FPKS dan FPD menolak
              menyetujui RUU itu menjadi UU Ciptakerja.

              "Konstitusi menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum, dan kekuasaan legislasi
              berada di tangan DPR RI melalui fraksi-fraksi, alat kelengkapan dewan dan anggota-anggota
                                                           395
   391   392   393   394   395   396   397   398   399   400   401