Page 415 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 415
Ringkasan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan adanya unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta
Kerja dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari Undang-Undang ini dan hoaks
di media sosial. Selain itu, menurutnya penolakan UU Cipta Kerja karena ada yang menyebutkan
bahwa upah minimum dihitung per jam. Ini juga tidak benar, tidak ada perubahan dengan sistem
yang sekarang.
JOKOWI: PENOLAKAN UU CIPTAKER KARENA ADA HOAKS
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan adanya unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta
Kerja dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari Undang-Undang ini dan hoaks
di media sosial.
"Saya ambil contoh, ada informasi yang menyebut tentang penghapusan UMP (Upah Minimum
Provinsi), UMK (Upah Minimum Kota/Kabupaten), UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi). Hal
ini tidak benar, karena faktanya Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada," kata Jokowi, Jumat
(9/10/2020).
Selain itu, menurutnya penolakan UU Cipta Kerja karena ada yang menyebutkan bahwa upah
minimum dihitung per jam. Ini juga tidak benar, tidak ada perubahan dengan sistem yang
sekarang. "Upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil," ujarnya.
Kemudian, lanjutnya, adanya kabar yang menyebutkan bahwa semua cuti: cuti sakit, cuti
kawinan, suci khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada
kompensasinya. "Saya tegaskan juga ini tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin," jelasnya.
Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapanpun secara sepihak? "Ini juga tidak benar,
yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak," tegasnya.
Kemudian juga pertanyaan mengenai benarkah jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang?
"Yang benar, jaminan sosial tetap ada," sebutnya.
Menurut Jokowi, yang juga sering diberitakan tidak benar adalah mengenai dihapusnya amdal
(analisis mengenai dampak lingkungan). "Itu juga tidak benar. Amdal tetap ada. Bagi industri
besar harus studi amdal yang ketat tetapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan
pengawasan," bebernya.
Ia juga menyayangkan berita mengenai Undang-Undang Cipta Kerja ini mendorong
komersialisasi pendidikan. Menurutnya, hal itu juga tidak benar, karena yang diatur hanyalah
pendidikan formal di di Kawasan Ekonomi Khusus, di KEK, sedangkan perizinan pendidikan tidak
diatur di dalam Undang-Undang Cipta Kerja ini. "Apalagi perizinan untuk pendidikan di pondok
pesantren, itu tidak diatur sama sekali dalam Undang-Undang Cipta Kerja ini dan aturannya yang
selama ini ada tetap berlaku," imbuhnya.
Jokowi juga mencermati berita keberadaan bank tanah. Bank tanah ini diperlukan untuk
menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional,
pemerataan ekonomi, dan konsolidasi lahan, serta reforma agraria. "Ini sangat penting untuk
menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah, kepemilikan lahan, dan kita selama ini
tidak memiliki bank tanah," ungkapnya.
Jokowi menegaskan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi
kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, tidak. "Tidak ada, perizinan berusaha
dan pengawasannya tetap dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan NSPK (Norma,
414