Page 206 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 OKTOBER 2020
P. 206
BAKAL DEMO LAGI, BURUH DESAK DPR LAKUKAN LEGISLATIVE REVIEW UU CIPTA
KERJA
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengumumkan akan melakukan aksi lanjutan
penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Dalam aksi kali ini, KSPI mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melakukan legislative
review terhadap UU Cipta Kerja. Presiden KSPI, Said Iqbal menjelaskan, DPR memiliki wewenang
untuk membatalkan UU yang sudah disahkan.
"Berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, DPR berwenang membuat Undang-Undang
baru untuk membatalkan UU Cipta Kerja melalui legislative review," kata dia dalam video
konferensi, Rabu (21/10/2020).
Adapun rencana aksi ini akan dilakukan pada momentum sidang paripurna pertama setelah
reses, yang diperkirakan digelar pada awal November. Iqbal menegaskan, aksi ini akan
berlangsung secara terstruktur, terarah dan konstitusional, serta tidak berkaitan dengan
kepentingan politik apapun.
"Tidak ada kepentingan politik dan tidak ada kerusuhan anarkis atau yang merusak fasilitas
umum. Konstitusional kita akan ditempuh melalui mekanisme undang-undang nomor 9 tahun
1998 tentang unjuk rasa, dan undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja
pasal 4, serikat buruh mempunyai kewenangan untuk melakukan pemogokan," jelas Iqbal.
Iqbal menambahkan, sembari mendorong DPR untuk melakukan legislative review, pihaknya
juga mempersiapkan judicial review. Selanjutnya, KSPI juga akan melakukan sosialisasi dan
kampanye terkait dengan pasal-pasal tandingan UU Cipta Kerja .
"Bilamana legislative review ini tidak direspon oleh DPR termasuk oleh fraksi PKS dan fraksi
Demokrat, KSPI sudah memutuskan akan melakukan aksi besar-besaran secara nasional. Secara
nasional akan difokuskan di depan gedung DPR RI, secara daerah di 20 provinsi lebih dari 200
kabupaten kota akan dipusatkan di kantor kantor DPRD provinsi. Aksi besar ini akan meluas,"
kata Iqbal.
Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja masih menunggu aturan turunan.
Pembahasan belum rampung ini turut menciptakan aksi demonstrasi yang belum surut, menanti
aturan teknis dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) atau peraturan presiden (Perpres).
Adapun dalam draft final UU Cipta Kerja setebal 812 halaman, terdapat 79 undang-undang dan
11 klaster yang diringkas menjadi 1 aturan. Namun belum jelas, akan ada berapa aturan turunan
dalam bentuk PP atau Perpres yang akan diterbitkan.
Menanggapi polemik tersebut, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PANRB) menyatakan, pihak instansi tidak berwenang untuk menciptakan aturan
turunan dari UU Cipta Kerja.
"Kementerian PANRB tidak punya tugas untuk membuat aturan turunannya," kata Sekretaris
Kementerian PANRB Dwi Wahyu Atmaji kepada Selasa (20/10/2020).
Menurut Atmaji, UU Cipta Kerja sudah mengatur aturan turunan mana saja yang bakal terlahir
dari UU Cipta Kerja. Dalam hal ini, Kementerian PANRB tidak terlibat di dalamnya.
"Di dalam UU sudah secara spesifik disebutkan peraturan apa saja yang harus disiapkan," jelas
Atmaji.
Dalam laporan tahunan 2020 yang dibuat Kantor Staf Presiden, Selasa (20/10/2020), disebutkan
UU Cipta Kerja dihadirkan untuk melakukan reformasi birokrasi dan regulasi. Tujuannya, untuk
205