Page 169 - Buku Handbook HC Policy V1,0-23122020
P. 169
Hubungan Industrial
Pemutusan Hubungan Kerja (3 dari 3)
Pernyataan Kebijakan (lanjutan):
6. Pemutusan Hubungan Kerja Tanpa Perundingan dengan alasan Karyawan mengundurkan diri:
1. Apabila terdapat Karyawan PT PEGADAIAN (Persero) mengajukan pengunduran diri maka:
1. Pengajuan pengunduran diri tersebut harus diajukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum
tanggal efektif pengunduran diri melalui saluran dinas;
2. Telah menyelesaikan kewajiban kepada Perusahaan.
2. Apabila pengajuan pengunduran diri tidak memenuhi ketentuan Point 1, maka Atasan Langsung harus menolak
dan/atau menunda pengajuan pengunduran diri tersebut;
3. Apabila Karyawan yang mengundurkan diri bertugas mengelola uang kas, barang jamlnan, pengelolaan data,
kendali sistem aplikasi maupun security sistem, maka sebelum yang bersangkutan efektif mengundurkan diri
harus dilakukan audit personal terlebih dahulu termasuk device/perangkat yang melekat atas nama yang
bersangkutan.
7. Kewenangan Penandatanganan Surat Keputusan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK):
1. Yang berwenang menerbitkan Surat Keputusan PHK kepada Karyawan adalah Direksi;
2. Alasan PHK wajib dicantumkan di dalam Surat Keputusan PHK;
3. Direksi mendelegasikan kewenangan penandatanganan sebagaimana dimaksud dalam Point 1 kepada:
1. Direktur Utama untuk grade 11 sampai dengan grade 16;
2. Direktur yang membidangi SDM untuk grade 4 sampai dengan grade 10.
4. Khusus untuk alasan PHK berikut ini, untuk seluruh grade ditandatangani oleh Direktur yang membidangi SDM:
1. PHK dengan alasan ikatan perkawinan sesama Karyawan;
2. PHK dengan alasan mengundurkan diri;
3. PHK dengan alasan mangkir.
5. Mekanisme dan prosedur penerbitan Surat Keputusan PHK mengacu kepada peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan dan/atau ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama.
8. Skorsing:
1. Skorsing adalah berupa pelarangan bagi Karyawan untuk bekerja maupun hadir di tempat kerja kecuali
diperintahkan secara tertulis oleh/atau mendapatkan ijin dari Pejabat yang berwenang dan skorsing dilakukan
karena Karyawan tersebut dalam proses PHK;
2. Skorsing dapat dilakukan apabila:
1. Karyawan akan dilakukan proses PHK;
2. Karyawan sedang dalam proses pengadilan pidana tanpa ditahan oleh pihak berwajib.
3. Skorsing tidak dapat dilakukan apabila:
1. Karyawan yang dalam proses PHK karena mangkir, kecuali jika Karyawan hadir kembali di tempat kerja
ketika proses PHK sedang berjalan;
2. Karyawan ditahan pihak yang berwajib, kecuali jika Karyawan dibebaskan dari tahanan dan hadir
kembali di tempat kerja ketika proses PHK sedang berjalan.
4. Jangka Waktu dan Penghasilan Selama Skorsing:
1. Skorsing dijatuhkan sampai dengan terdapat Perjanjian Bersama (PB) sebagai hasil Perundingan
Bipartit/Mediasi atau Putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang berkekuatan hukum tetap;
2. Selama menjalani skorsing, Karyawan mendapatkan Penghasilan penuh dan dibayarkan sampai adanya
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap;
3. Apabila putusan yang berkekuatan hukum tetap menyatakan tanggal efektif PHK berlaku surut maka
kelebihan pembayaran penghasilan merupakan hutang Karyawan kepada Perusahaan dan
diperhitungkan dari kompensasi PHK yang akan diterima.
Referensi:
1. Peraturan Direksi Nomor 24 tahun 2020 tentang Usia Pensiun Karyawan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT);
2. Peraturan Direksi Nomor 54 tahun 2014 tentang Kewenangan Penandatanganan Surat Keputusan Pemutusan Hubungan
Kerja;
3. Perjanjian Kerja Bersama antara PT PEGADAIAN (Persero) dengan Serikat Pekerja;
4. Surat Edaran Nomor 10 tahun 2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Usia Pensiun 57 tahun Karyawan Perjanjian Kerja Waktu
Tidak Tertentu (PKWTT);
5. Surat Edaran Nomor 14 tahun 2017 tentang Pengajuan Pengunduran Diri Karyawan.
169