Page 114 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 114

Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan


            telah berhasil. Tiada lagi jejak langkah beliau di tepi kedua sungai
            (Hiranyavati dan Nairanjana); manusia dan para dewa berduka, dan
            tiada  lagi  bayangan  beliau  di  sepanjang  jalan  (atau  ‘dua  deretan’)
            pohon Sala, bahkan ular dan makhluk-makhluk halus pun bersedih
            hati.


                 Mereka berduka dan meratap begitu sedihnya sehingga air mata
            mereka  membuat  sepanjang  jalan  di  bawah  pohon  Sala  basah  dan
            lembab, dan mereka yang paling berduka mengeluarkan tangis darah
            di sekujur tubuh mereka sehingga tampak seperti pohon-pohon yang
            berbunga.

                 Setelah  Guru  Agung  memasuki  Nirvana,  seluruh  dunia  terasa
            hampa  dan  sepi.  Setelah  itu,  muncul  guru-guru  Dharma  yang
            terampil, yang mengumpulkan ajaran-ajaran Buddha, di mana suatu
            waktu mereka berkumpul dengan jumlah 500 orang (di gua wihara)
            dan di kesempatan lain sejumlah 700 orang (di Vaisali). Di antara para
            pemegang Vinaya, muncullah 18 tradisi yang berbeda-beda. Karena
            ada beberapa pandangan dan tradisi, maka Tripitaka untuk berbagai
            tradisi  adalah  berbeda  satu  sama  lain.  Perbedaannya  hanyalah
            mengenai  hal-hal  kecil  seperti  apakah  jubah  bawah  seharusnya
            dipotong  lurus,  atau  tidak  beraturan,  dan  apakah  ukuran  lipatan
            untuk jubah atas seyogianya sempit atau lebar.


                 Ketika  para  biksu  menginap  bersama,  ada  pertanyaan  apakah
            ruangan  mereka  seyogianya  terpisah  atau  cukup  ada  partisi  dari
            tali,  meskipun  kedua-duanya  diperkenankan  dalam  Vinaya.  Ada
            juga  hal-hal  lain:  ketika  menerima  makanan,  ada  yang  menerima
            dengan  tangannya,  sementara  ada  yang  memberi  tanda  tempat
            (jarak)  di  mana  pemberi  bisa  meletakkan  makanan,  dan  kedua-
            duanya  diperkenankan.  Masing-masing  tradisi  diwariskan  turun-
            temurun dari guru ke murid, masing-masing terdefinisi secara jelas
            dan berbeda dari tradisi lainnya (secara harfiah: ‘tata cara hendaknya
            tidak dicampuradukkan’).





                                            100
   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119