Page 122 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 122
Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan
perbedaan antara tradisi-tradisi ini dan Vinaya yang mereka anut,
ada banyak sekali poin perbedaan menurut mereka; di mana bagi
tradisi tertentu adalah penting sedangkan bagi tradisi lainnya tidak,
dan ada hal yang diperkenankan oleh tradisi tertentu, sedangkan
tradisi lainnya tidak. Meskipun demikian, para biksu seyogianya
mengikuti tata cara dari tradisi yang dianutnya masing-masing,
dan tidak mencampuradukkan aturan lebih ketat dari tradisi yang
dianutnya dengan aturan yang lebih toleran dari tradisi lainnya.
Di saat bersamaan, mereka seyogianya tidak meremehkan aturan
yang tidak diperkenankan dalam tradisi lainnya, hanya karena
itu diperkenankan dalam tradisinya sendiri. Jika tidak, perbedaan
antar tradisi akan menjadi kabur, dan aturan mengenai apa yang
diperkenankan dan tidak diperkenankan akan menjadi tidak jelas.
Bagaimana mungkin satu orang dapat menjalankan keempat tradisi
secara bersamaan?
Perumpamaan mengenai kain yang robek dan tongkat emas
menunjukkan bagaimana kita semua (yang menjalankan praktik
sesuai tradisi yang berbeda-beda) bisa sama-sama merealisasi
Nirvana. Oleh karena itu, siapa pun yang ingin selaras dengan
45
Dharma, seyogianya mengikuti tata cara tradisi mereka sendiri.
(Catatan Yi Jing): Raja Bimbisara pernah bermimpi melihat
sepotong kain yang robek, dan sebuah tongkat emas yang patah, di
mana masing-masing terbagi menjadi 18 bagian.
45 Pandangan ini dijelaskan dengan baik oleh Xuan Zang (dalam Memoires
of Xuan Zang oleh Julien). Di sini saya mengutip kata-kata Prof. Rhys Davids
(Manual of Buddhism) mengenai ungkapan Xuan Zang: ‘Berbagai tradisi
filosofi senantiasa berbeda pandangan, dan serunya pembahasan yang penuh
semangat mengenai tradisi-tradisi tersebut adalah bagaikan bergemuruhnya
ombak di lautan. Pengikut tradisi yang berbeda-beda mengikuti guru-guru
tertentu, dan melalui jalan yang berbeda-beda, mereka melangkah pada
tujuan yang sama.’
108