Page 180 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 180
Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan
dengan ajaran dari Buddha, bukan merupakan pelanggaran. Sebagian
menganggap bahwa Buddha lahir di India maka para biksu India
seyogianya mengikuti kebiasaan di India, sementara kita tinggal di
Tiongkok, dan sebagai biksu di Tiongkok, kita mengikuti tata cara
di Tiongkok. Mereka beralasan, ‘Bagaimana mungkin kita menolak
pakaian anggun dari Negeri Surgawi (Tiongkok) lalu mengikuti
pakaian aneh di India?’ Untuk mereka yang bersikukuh pada
pandangan ini, secara singkat saya utarakan pendapat saya yang
didasari kewenangan Vinaya.
Aturan pakaian merupakan hal terpenting dalam kehidupan
seorang pertapa pengembara (yaitu pravrajya), oleh karena itu, saya
akan menyampaikannya secara rinci karena hal ini tidak dapat
diabaikan atau dikompromi. Sehubungan dengan ketiga jubah (yang
secara kolektif disebut ‘civara’), di lima wilayah India, potongan-
potongan kecil tersebut dijahit rapat, sementara di Tiongkok,
dibiarkan terbuka dan tidak dijahit. Saya sendiri pernah bertanya
mengenai kebiasaan yang diadopsi di daerah-daerah di utara (di luar
India) dan menemukan jawaban bahwa potongan-potongan kecil
tersebut dijahit rapat, tak pernah dibiarkan terbuka, di semua tempat
di mana keempat tradisi Vinaya (Caturnikaya) dijalankan.
Seandainya seorang biksu dari India mendapat jubah dari
Tiongkok, mungkin dia akan menjahit potongan-potongan kecil itu,
baru memakainya. Teks Vinaya dari semua Nikaya menyebut bahwa
potongan-potongan kecil harus dijahit dan diikat.
Ada aturan ketat tentang 6 kebutuhan dan 13 keperluan yang
dijelaskan secara lengkap dalam Vinaya.
Berikut adalah 6 kebutuhan seorang biksu:
1. Sanghati, jubah berlapis dua.
2. Uttarasanga, jubah atas.
3. Antarvasa, jubah dalam.
166