Page 290 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 290
Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan
sederhana dan menakjubkan, bisa dipraktikkan oleh kaum papa
maupun orang kaya. Bukankah ini penting?
Berpantang makan hendaknya dilakukan untuk semua penyakit
lainnya, seperti munculnya bisul atau barah kecil secara mendadak;
aliran darah yang cepat sehingga menyebabkan demam; sakit yang
hebat di tangan dan kaki; cedera apa pun pada tubuh yang disebabkan
oleh fenomena alam (seperti petir), cuaca, atau oleh pedang dan
panah; luka karena jatuh; penyakit demam akut atau kolera; diare
setengah hari, sakit kepala, penyakit jantung, penyakit mata, atau
sakit gigi. Pil yang disebut ‘sandeng’ (secara harfiah: campuran yang
sama banyak dari tiga bahan) juga baik untuk mengobati beberapa
penyakit dan tidak sulit diperoleh. Ambillah kulit pohon Haritaka
(atau he li lei), jahe kering, dan gula, dan siapkan ketiganya dalam
206
jumlah yang sama; haluskan kulit pohon Haritaka dan jahe kering,
lalu campurkan gula dengan beberapa tetes air, kemudian buat
dalam bentuk pil. Dosisnya adalah sekitar 10 pil setiap pagi, dan tidak
perlu diet. Jika diare, dosisnya cukup dua atau tiga untuk pemulihan.
Manfaat yang didapatkan dari pil ini sangat luar biasa, dapat
membebaskan pasien dari pusing, flu, dan gangguan pencernaan.
Itulah sebabnya saya jelaskan di sini. Jika tidak ada gula, bisa diganti
sirup atau madu. Jika seseorang mengunyah sepotong Haritaka setiap
hari dan menelan airnya, dia akan terbebas dari penyakit sepanjang
hidupnya. Pengobatan demikian diturunkan oleh Sakra Devendra,
dan itu merupakan salah satu dari lima ilmu pengetahuan (Skt./
Pali: panca-vidya) yang dijalani di lima wilayah India. Yang paling
penting adalah berpuasa. Para penerjemah dulu mengajarkan bahwa
jika penyakit tak dapat disembuhkan dengan berpantang makan
selama tujuh hari, maka seseorang harus memohon inspirasi dari
Avalokitesvara. Kebanyakan orang Tiongkok tidak terbiasa dengan
praktik demikian, dan menganggap itu adalah puasa religius yang
tidak ada hubungannya, sehingga mereka tak pernah berusaha untuk
mempelajari atau mempraktikkannya sebagai ilmu pengetahuan.
Kekeliruan ini dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai
206 Yaitu Myrobalan kuning. Lihat Mahavagga VI.
276