Page 291 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 291
Bab XXVIII — Aturan Dalam Memberi Obat
ilmu pengobatan oleh para penerjemah dulu. Metode di atas dapat
diterapkan untuk penyakit yang dikarenakan menelan ‘batu merah’
(danshi), penyakit kronis, atau pembengkakan perut.
(Catatan oleh Yi Jing): Saya khawatir ada sejumlah orang yang
menelan ‘batu merah’ (danshi). Itu bukan hal yang baik untuk
207
dilakukan, meskipun dapat menahan rasa lapar. Feidan (‘batu merah
terbang’ ) tak pernah ditemukan di daerah mana pun kecuali
208
Tiongkok. Menelan batu hanya dipraktikkan di Tiongkok; dan kristal
atau adularia (secara harfiah: ‘batu putih’) terkadang menghasilkan
api dan jika ditelan, tubuh akan terbakar dan hancur. Orang-orang
sekarang tidak mengetahui hal ini, dan tak terhitung banyaknya
orang yang meninggal akibat kekeliruan ini. Oleh karena itu, orang-
orang harus menyadari bahayanya dengan seksama.
Meskipun demikian, racun seperti gigitan ular tidak diobati
dengan metode di atas. Selagi berpantang makan, berjalan dan
bekerja harus dihindari dengan ketat.
Seseorang yang sedang bepergian jauh, dapat berjalan tanpa
membahayakan diri meskipun sedang berpuasa. Namun ketika
penyakitnya sembuh, dia harus beristirahat, dan makan nasi yang
baru serta minum air kacang-kacangan yang direbus dan dicampur
dengan beberapa rempah. Jika seseorang merasa dingin, dia harus
meminum air kacang-kacangan yang direbus dan dicampur dengan
merica, jahe, atau cabai puyung (Piper longum; Pippali). Jika seseorang
209
merasa menggigil, bawang Kashgaria (Palandu) atau biji moster harus
digunakan.
207 Menurut Kasyapa, yang dimaksud ‘batu merah’ adalah ‘pasir merah’
(dansha), yaitu merkuri sulfida merah.
208 Menurut Kasyapa jika tertelan ‘merkuri sulfida terbang,’ seseorang
merasa seperti ‘melayang.’
209 ‘Bubur tekatula’ terbuat dari ketiga bahan berasa pedas ini (Mahavagga
VI). Mengenai Pippali, lihat Mahavagga VI.
277