Page 303 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 303

Bab XXX — Pradaksina (Mengitari Objek Penghormatan Searah Jarum Jam)


            dia dapat mempraktikkan sila-sila lainnya? Oleh karena itu, orang-
            orang  terhormat  yang  membabarkan  dan  menjalankan  ajaran,
            serta  mereka  yang  tidak  tercengang  akan  aturan  yang  mendetail
            dan rumit, seharusnya membawa serta lempeng jam bahkan ketika
            dalam perjalanan di laut, apalagi ketika berada di daratan. Berikut
            adalah ungkapan di India, ‘Dia yang memperhatikan air apakah ada
            serangga  dan  memperhatikan  waktu  tengah  hari  disebut  seorang
            guru Vinaya.’


                 Di  samping  itu,  klepsidra  (alat  pengukur  waktu  berdasarkan
            aliran cairan lewat lubang) banyak digunakan di wihara-wihara besar
            di India. Klepsidra beserta beberapa anak lelaki yang mengawasinya
            dihadiahkan  oleh  para  raja  sejak  banyak  generasi,  yang  bertujuan
            untuk  mengumumkan  waktu  di  wihara-wihara.  Suatu  mangkuk
            tembaga ditaruh di atas air dan dibiarkan mengapung. Mangkuknya
            tipis dan halus, dapat menampung dua sheng (sekitar 1,1 liter) air. Di
            bagian  bawah  mangkuk  dibuat  suatu  lubang  sekecil  lubang  jarum,
            tempat air mengalir masuk. Lubang ini hendaknya dibuat lebih besar
            atau  lebih  kecil  berdasarkan  waktu  dalam  setahun.  Ukuran  lubang
            harus tepat untuk mengukur (lamanya) waktu.


                 Dimulai  pada  pagi  hari,  saat  mangkuk  sepenuhnya  tenggelam
            untuk pertama kali, satu pukulan tambur dilakukan. Saat tenggelam
            untuk  kedua  kali,  dua  pukulan;  saat  tenggelam  ketiga  kali,  tiga
            pukulan. Namun saat tenggelam untuk keempat kalinya, selain empat
            pukulan  tambur,  juga  ditambah  dua  tiupan  kulit  keong  dan  satu
            pukulan tambur lagi. Ini disebut periode pertama, yakni saat matahari
            ada  di  timur  (antara  zenit  dan  cakrawala).  Ketika  giliran  kedua  di
            mana  empat  kali  mangkuk  tenggelam,  empat  pukulan  (tambur)
            dibunyikan seperti sebelumnya, dan kulit keong juga ditiup, diikuti
            dua  pukulan  (tambur)  lagi.  Ini  disebut  periode  kedua,  yakni  persis
            (dimulainya) ‘jam kuda’ (yaitu tengah hari). Saat dua pukulan terakhir
            dibunyikan, para biksu tidak bersantap, dan jika ada yang ditemukan
            masih bersantap, dia akan dikucilkan sesuai aturan wihara. Ada lagi
            dua periode di sore hari yang diumumkan dengan cara yang sama



                                            289
   298   299   300   301   302   303   304   305   306   307   308