Page 316 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 316

Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan


            aula ke aula lainnya, dan di setiap aula dia melantunkan doa sebanyak

               (biksu) yang memimpin pelafalan doa.’
            b.  ‘Pelayan di wihara,’ secara harfiah: ‘orang yang murni.’ Bisa dipastikan
               mereka  bukanlah  biksu,  sebagaimana  anggapan  Julien.  Suatu  ketika
               Xuan  Zang  meminta  seorang  yang  ‘murni’  untuk  menurunkan  dan
               menginjak suatu dokumen yang digantung oleh seorang Tirthika; ketika
               ditanya  siapakah  dirinya,  orang  itu  menjawab,  ‘Saya  adalah  pelayan
               Mahayanadewa’ (Life of Xuan Zang, Buku IV, oleh Beal). Juga dikatakan
               ‘orang yang murni’ melayani saat para biksu bersantap (Travels of Fa Xian,
               Bab III). Dalam Nanhai Ji Gui Neifa Zhuan, kita banyak menemukan istilah
               ini,  yakni:  orang  yang  ‘murni’  membawa  kursi  dan  peralatan  ketika
               seorang biksu diundang ke resepsi (Bab IX halaman 142); dia membawa
               makanan berlebih yang dipersembahkan ke biksu (Bab IX halaman 157);
               dia mengolah lahan wihara (Bab X halaman 176); dia memukul genderang
               untuk mengumumkan waktu, tetapi dia tidak diperkenankan memukul
               genta  perihal  pengumuman  dimulainya  doa  (Bab  XXX  halaman  290).
               Dan untuk seorang biksu yang sangat berpengetahuan (bahusruta) atau
               seorang biksu yang telah selesai mempelajari salah satu Pitaka, Sangha
               memberikannya  ruangan  terbaik  dan  pelayan  [secara  harfiah:  ‘orang
               yang murni untuk melayaninya’ (Bab X halaman 180)]. Mungkin yang
               dimaksud adalah seorang upasaka, tetapi yang jelas bukanlah seorang
               biksu. ‘Orang yang murni’ mungkin adalah ‘orang yang mempurifikasi.’
               Di Jepang, tukang kebun wihara biasa disebut dengan istilah demikian.
               Kata ini sama sekali tidak berarti ‘Brahmana,’ sebagaimana dugaan Julien
               (Memoires of Xuan Zang). Dan arti ‘Vimala’ sebagaimana disarankan oleh
               Prof. Legge (Travels of Fa Xian, Bab IV), sangat diragukan. Mungkin kata
               Palinya adalah ‘aramiko’ (Cullavagga).
            c.  Mengenai kata ‘anak-anak,’ Yi Jing sendiri memberikan penjelasan berikut
               (Bab XIX halaman 238): ‘Para upasaka yang mengunjungi kediaman biksu,
               mempelajari kitab-kitab ajaran terutama dengan tekad untuk mencukur
               rambut mereka dan mengenakan jubah hitam, disebut ‘anak-anak’ (yakni
               ‘manava’).
            Lalu pertanyaannya adalah apakah ‘orang yang murni’ dan ‘anak-anak,’ yang
            membawa dupa dan bunga-bunga, juga ikut melafal. Pertanyaan ini dapat
            dijawab  dengan  tidak  atau  ya.  Mungkin  tidak.  ‘Orang  yang  menggiringi
            pelafalan’ tidak berarti dialah yang memimpin pelafalan doa, karena istilah
            ini mungkin digunakan secara teknis. Hal ini saya jelaskan karena terjemahan
            Fujishima mengindikasikan ada seorang biksu yang memimpin prosesi dari
            para biksu. Yi Jing hanya menyebut satu biksu, ‘orang yang murni’ dan ‘anak-
            anak,’ beliau tidak menyebut ada biksu lain yang ikut bersama mereka.


                                            302
   311   312   313   314   315   316   317   318   319   320   321