Page 327 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 327

Bab XXXII — Upacara Pelafalan Doa


            yang menyerahkan diri di istana naga. Raja Siladitya memerintahkan
            kisah ini dipentaskan dengan musik (secara harfiah: senar dan tali),
            diiringi  tarian  dan  lakonan,  dan  mempopulerkannya  di  masa  itu.
            Mahasattva Candra (mungkin Candradasa), seorang cendekiawan di
            India  Timur,  menulis  sebuah  kidung  tentang  Pangeran  Visvantara
            (bahasa Tionghoa: Bishu’antanluo),  yang hingga sekarang dikenal
                                              274
            oleh Govind Brahme dan Paranjape. Sementara terjemahannya terbit tahun
            1872 oleh Boyd, di mana kata pendahuluan ditulis oleh Prof. Cowell. Seperti
            halnya Ratnavali, meskipun prolog (kata pembukaan) didedikasikan untuk
            Sri  Harshadeva  (yakni  Siladitya),  Prof.  Cowell  merujuknya  pada  Dhavaka
            berdasarkan beberapa alasan. Prof. Cowell juga menyarankan penanggalan
            yang  lebih  awal.  Kita  tahu  bahwa  drama  tersebut  tidak  mungkin  setelah
            tahun 671-695 Masehi (saat Yi Jing ada di luar negeri) dan Siladitya wafat
            sekitar tahun 655 Masehi (lihat halaman 312, catatan kaki 269). Prof. Weber
            membahas  hal  ini  dalam  Literarisches  Centralbaltt,  8  Juni  1872,  No.  XXIII.
            Tulisan Beal mengenai hal ini dalam Academy, 29 September 1883, No. 595
            – sepenuhnya keliru, di mana dia mengatakan bahwa Siladitya sendiri ikut
            berperan di pentas dalam kisah Jimutavahana, dan ini jelas tidak mungkin.
            Kisah  mengenai  Jimutavahana  diceritakan  dalam  Katha-sarit-sagara.
            Pembahasan mengenai drama ini, lihat Le Theatre Indien (1890), oleh M. S.
            Levi.
            274  Tentunya ini adalah suatu kidung mengenai Visvantara Jataka, yakni
            kelahiran  Buddha  yang  terakhir.  Kisah  Jataka  ini  ditemukan  dalam
            Jatakamala  (kisah  IX)  oleh  Kern  dan  dalam  Cariyapitaka  (kisah  IX)  oleh
            Morris. Lihat istilah ‘Vessantara’ dalam A Dictionary of the Pali Language oleh
            Childers. Kelihatannya kisah ini sangat dikenal di antara kaum Buddhis
            karena ramai dibicarakan oleh para peziarah di India: (1) Fa Xian menyebut
            Sudana  (=  Vessantara)  dalam  catatannya  (Travels  of  Fa  Xian  oleh  Prof.
            Legge, Bab XXXVIII); (2) Song Yun memberitahukan bahwa dia dan teman-
            temannya tak dapat menahan air mata ketika di Wihara Gajah Putih dekat
            Varusha mereka ditunjukkan gambar tentang penderitaan yang dialami
            oleh Pangeran Vessantara (A Catena of Buddhist Scriptures from the Chinese
            oleh Beal); (3) Xuan Zang juga membicarakannya (Memoires of Xuan Zang
            oleh Julien). Lihat Nepalese Buddhist Literature oleh R. L. Mitra, dan Manual
            of Buddhism oleh Hardy.
            Dalam terjemahan bahasa Perancis oleh M. Fujishima, bagian ini sepenuhnya
            disalahartikan  (lihat  Journal  Asiatique  November  1888).  Tampaknya  M.
            Fujishima  menerjemahkan  ‘Bishu’  sebagai  Avadanasataka  dan  ‘Antanluo’
            sebagai  Andhra,  bukannya  menerjemahkan  ‘Bishu'antanluo’  sebagai


                                            313
   322   323   324   325   326   327   328   329   330   331   332