Page 367 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 367
BAB XXXVII
PENGGUNAAN KEPEMILIKAN UMUM SANGHA
DI semua wihara di India, pakaian untuk seorang biksu dipasok
(melalui dana bersama) dari biksu-biksu yang tinggal di sana. Hasil
tani dan kebun, serta pendapatan yang diperoleh dari tanaman dan
buah dibagikan per tahun untuk biaya pakaian. Di sini ada suatu
pertanyaan. Jika beras atau makanan almarhum menjadi milik
wihara, lalu bagaimana mungkin seorang biksu boleh mendapat
bagian yang menjadi milik wihara? Jawabannya adalah: donatur
mempersembahkan desa atau lahan untuk menyokong para biksu
yang tinggal di tempat tersebut. Lalu apakah masuk akal jika orang
yang mendanakan makanan ingin para biksu hidup tanpa pakaian?
Lebih lanjut, jika kita mengecek pengelolaan (urusan sehari-hari),
perumah tangga memberikan pakaian kepada pelayannya. Lalu
mengapa Sangha harus menolak pemberian demikian? Oleh karena
itu, adalah diperkenankan untuk memasok pakaian seperti halnya
makanan.
Demikianlah pandangan umum para biksu di India, meskipun
kadang tidak disebut dalam aturan Vinaya, tetapi terkadang disebut
secara eksplisit. Wihara-wihara di India memiliki jatah khusus
mengenai lahan, di mana dari hasil lahan, pakaian para biksu dipasok.
Begitu pula di beberapa wihara di Tiongkok. Melalui kebajikan
donatur yang memberikan lahan, siapa pun (yang tinggal) di wihara,
baik biksu maupun umat awam dapat menikmati hasil dari lahan
tersebut. Tetapi tidak merupakan pelanggaran jika seseorang tidak
bersantap di sana. Pemberian kepada wihara, baik lahan maupun
rumah, atau benda-benda tidak signifikan lainnya, dianggap bisa
digunakan untuk memasok pakaian dan makanan para biksu. Tidak
perlu ragu-ragu mengenai hal ini. Jika niat donatur memang ingin
353