Page 466 - Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 by Ibnu Katsir_Neat
P. 466
Empat Imam {Maliki, Hanafi, Hambali, dan Syafi'i) telah mengecualikan
hamba sahaya dari keumuman ayat tersebut. Menurut mereka, jika hamba
sahaya itu diceraikan, maka ia hanya e rlu menunggu dua quru' saja, karena
p
mereka berkedudukan setengah dari wanita merdeka, sedangkan quru' itu
sendiri tidak dapat dibagi menjadi dua. Sehingga cukup bagi para hamba sahaya
untuk menunggu dua quru' saja.
Para ulama Salaf dan Khalaf serta para imam berbeda e ndapat me
p
ngenai apa yang dimaksud quru' itu. Mengenai hal itu terdapat dua pendapat:
Pertama, yang dimaksud dengan quru' adalah masa suci. Dalam kitab
nya, al-Muwattha ', Imam Malik meriwayatkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha,
bahwasanya Hafshah binti Abdurrahman pindah {ke rumah suaminya) ketika
ia menjalani haid yang ketiga kalinya. Kemudian hal itu disampaikan kepada
Umrah binti Abdurrahman, maka ia pun berkata, 11Urwah benar.11 Namun
hal itu ditentang oleh beberapa orang, di mana mereka , � � gatakan, sesungguh
nya Allah � telah berfirman dalam kitab-Nya, .t€ f. /J �� 1 "Tiga kali quru '. "
e
Lalu Aisyah menuturkan, "Kalian memang benar, t tapi tahukah kalian apakah
yang dimaksud dengan quru'? Quru' adalah masa suci.11
Imam Malik meriwayatkan� dari Ibnu Syihab, aku pemah mendengar
1
Abu Bakar bin Abdur Rahman mengatakan, 1 Aku tidak mengetahui para
fuqaha' kita melainkan mereka mengatakan hal itu. 11 Yang dimaksudkan dengan
hal itu adalah ucapan Aisyah radhiallahu 'anha.
Lebih lanjut Imam Malik mengatakan, "Pendapat Ibnu Umar itulah
yang menjadi pendapat kami."
Hal yang sama juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit,
Salim, al-Qasim, Urwah, Sulaiman bin Y asar, Abu Bakar bin Abdurrahman,
Abban bin Utsman, Atha' bin Rabah, Qatadah, az-Zuhri, dan beberapa fuqaha'
lainnya. Itu pula yang menjadi pendapat Imam Malik, Syafi'i, Dawud, Abu
Tsaur, dan sebuah riwayat dari Ahmad. Pendapat itu didasarkan pada firman
Allah £: .t€ �� � ) i6 ; 1 ''Maka hendaklah kalian menceraikan mereka pada
waktu mereka (m enjalani) iddahnya (y ang wajar). { QS. Ath-Thalaaq: 1) Mak
"
sudnya, ceraikan mereka ketika mereka berada pada masa suci. Oleh karena
masa suci itu menjadi sandaran dalam pelaksanaan perceraian, hal itu menun
jukkan bahwa masa suci itu merupakan salah satu dari quru' yang diperintahkan
untuk menunggunya. Karenanya, mereka mengatakan, bahwa seorang wanita
yang menjalani masa iddahnya karena diceraikan suaminya dapat mengakhiri
masa iddahnya tersebut dan betpisah dari suaminya dengan berhentinya masa
haid yang ketiga. Batas waktu minimal seorang wanita mendapatkan nafkah
selama menyelesaikan masa iddahnya itu adalah 32 hari lebih beberapa saat.
Abu Ubaidah dan ulama lainnya (betpendapat seperti itu) berdasarkan pada
ungkapan seorang pen yair, yaitu al-A'sya:
· lbnu Katsir Juz 2 447

