Page 497 - Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 by Ibnu Katsir_Neat
P. 497

Mengenai firman Allah Ta'ala, � I� d-J�I) � � � 1 Ali bin Abi
                       Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Ab a s: "Janganlah engkau mengatakan
                                                             b
                                                 b
                       kepada wanita itu, 'Aku  e nar-benar mencintaimu. Ber a njilah kepadaku
                                                                                 j
                       bahwa engkau tidak akan menikah dengan laki-laki lain,' serta ungkapan
                       lainnya."
                              Demikian juga diriwayatkan dari Sa'id bin Jubair, asy-Sya'bi, Ikrimah,
                       Abu Dhuha, adh-Dhahhak, az-Zuhri, Mujahid, dan ats-Tsauri, yaitu seorang
                                           j
                       laki-laki mertgambil a nji agar wanita itu tidak menikah dengan laki-laki lain.
                              Diriwayatkan dari Mujahid, "Maksudnya adalah ucapan seorang laki­
                       laki kepada seorang wanita, 'J anganlah engkau meninggalkanku, karen a aku
                       pasti akan menikahimu.' Allah T a' ala melarang hal itu, tetapi Allah meng­
                       halalkan lamaran serta ucapan dengan cara yang baik."
                              Ayat ini bersifat umgm <4n m�cak-gp semua hal terse but di atas. Oleh
                                                         _
                       karena itu Dia berfirman, � \j J� 'i'j I}  _;.S ,:.> '11 1 ''Kecuali sekedd.r menguca p kan
                       (kepada mer e k a) perkataan yang ma 'ru f  " I bnu Abbas, Mujahid, Sa'id bin Jubair,
                       as-Suddi, ats-Tsauri, dan Ibnu Zaid mengatakan, yakni beberapa hal yang diper­
                       bolehkan dalam rangka pelamaran, misalnya ucapan, "Sesungguhnya aku ter­
                       tarik kepadamu," dan ucapan-ucapan lainnya yang serupa.

                              Muham ad bin Sirin �erkata,    ��; IJ� k p J any;,akan ke ada Ubaidah,
                                                                                    .J;>
                                      �
                                                            �
                                                                        _
                       apakah makna ftrman Allah Ta ala, � \jJ_,..... 'if I}? Ji �1 1 Ubatdah pun men­
                       jawab, yaitu ucapan seorang laki-laki kepada wali seorall.g wanita, "J anganlah
                       engkau menikahkannya sehingga ia mengenalku." Keterangan terse but diriwayat­
                       kan oleh Ibnu Abi Hatim.
                              Firman Allah � b e rikutnya, � ti;..i ��� &- j;. � lb1 �� 1; _;J �� 1
                       ''Dan janganlah kamu berazam (berketetapan hati} untuk berakad nikah sebelum
                                      "
                       habis iddd.hnya.  M aksudnya, janganlah kalian mengadakan akad nikah hingga
                       masa iddahnya berakhir. Berkata Ibnu Abbas, Mujahid, asy-Sya'bi, Qatadah,
                       Rabi' bin Anas, Abu Malik, Zaid bin Aslam, Muqatil bin Hayyan, az-Zuhri,
                       Atha' al-Khurasani, as-Suddi, dan adh-Dhahhak, mengenai firman Allah Ta'ala,
                       � ti;,i ��� g; � 1 "Sebelum habis iddahnya," artinya, j a nganlah kalian
                       mangadakan akad nikah hingga masa iddahnya selesai.

                              Para ulama sepakat bahwasanya tidak sah akad nikah yang diadakan
                       dalam masa iddah. T eta pi mereka berb e da p e ndapat mengenai seorang yang
                       menikahi wanita pada masa iddahnya, lalu mencampurinya, kemudian kedua­
                       nya dipisahkan. Apakah wanita itu haram bagi laki-laki itu untuk selamanya?
                       Mengenai hal itu terdapat dua pendapat.
                              Pertama, pendapat jumhur ulama menyatakan bah wa si wanita itu
                       tidak haram baginya, namun ia (si laki-laki) harus melamamya kembali hila
                       iddahnya selesai. Kedua, pendapat Imam Malik yang menyatakan bahwa wanita
                       tersebut haram baginya untuk selamanya. Pendapa t  tersebut berdasarkan pada
                       riwayat dari Ibnu Syihab, Sulaiman bin Y asar, bahwa Umar bin Khaththab �









                                                                                                    l
          478                                                                                  Tafsir  b nu Katsir juz 2
   492   493   494   495   496   497   498   499   500   501   502