Page 499 - Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 by Ibnu Katsir_Neat
P. 499

yang patut. Y a ng demikian itu meru p akan ketentuan bagi orang-orang yang
                      berbuat kebajikan. (QS. 2:236)

                             Allah  � membolehkan laki-laki untuk menceraikan isteri setelah
                      menikah dan belum bercampur dengannya.  Ibnu Abbas, Thawus, Ibrahim
                      an-Nakha'i, dan Hasan al-Bashri mengatakan: "Al-Massu berarti menikah."
                      Bahkan si suami diperbolehkan untuk menceraikannya sebelum bercampur
                                               p
                      dengannya dan sebelum  e nentuan maharnya, jika si isteri tersebut belum
                      ditentukan mahamya, meskipun hal itu dapat mengakibatkan hatinya terluka.
                                                                               (p
                      Oleh karena itu Allah � menyuruh memberinya mut'a h  e mberian), yaitu
                      sebagai ganti dari sesuatu yang hilang dari dirinya. M u t 'ah itu berupa sesuatu
                      yang di�erikan mantan suaminya yang ukurannya sesuai dengan kemam­
                      puannya.
                             Abu Hanifah betpendapat, jika pasangan suami isteri berselisih pendapat
                      mengenai ukuran mut 'ah tersebut, maka mantan suaminya itu berkewajiban
                      memberikan setengah dari mahamya. Dalam qaul jadidnya Imam Syafi'i me­
                      ngatakan:  " S eorang suami tidak boleh dipaksa untuk memberikan dalam
                      ukuran tertentu tetapi minimal tidak boleh kurang dari apa yang disebut
                      mut'ah (pemberian yang menyenangkan) "
                                                              .
                                                                            '
                             Para ulama juga berbeda pendapat, apakah mut ah   itu hams diberikan
                      kepada setiap wanita yang diceraikan, ataukah hanya wajib diberikan kepada
                      wanita yang dicerai dan belum dicampuri serta yang belum ditentukan mahar­
                      nya. Dalam hal itu terdapat beberapa pendapat.
                             Pertama, bahwa mut'ah itu harus diberikan kepada setiap wanita yang
                      dicera ,ik � fendapa i i dida r�a p a da keumuman firman Allah Ta'ala:
                                 .
                                                    ��
                                           �  n
                                                         ?
                      � �� J1P lk- J Jf.:-4 t  S <.::..>� J )> ''Kepada wanita-wanita yang diceraikan
                      (hendaklah dibirikan o le h   suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu
                      kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.  (QS. Al-Baqarah: 241). Juga b e r­
                                                                 11
                      dasarkan firman-�a  an lain:
                                            y �
                      "'  �  G..\''  •. 2� •- 1  •. c-· �-:1  - . · I� ,-:,��- . - Cill �G..i1 0�  t •. �-� 01 2J.-(·�  �� l  �11 , -:, � IS }..
                      "(   --  .r"  �  .r" J  �  ..r- �.JJ  -   -     J'  r.:.  •   J.J  ,  v  (,F'  �  - .,
                       ''Hai N a bi, katakanlah kepada isteri-isterimu, jika kamu m.in.g[nginkan kebidupan
                      dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya diberikan kepadamu mut 'ah dan
                      aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. 11 (QS. Al-Ahzaab: 28). Sedangkan
                      mereka sudah dicampuri dan sudah pula ditentukan mahamya.

                              D e mikian  e ndapat yang dikemukakan oleh Sa'id bin Jubair, Abu
                                         p
                      Aliyah, Hasan al-Bashri, dan merupakan salah satu  e ndapat asy-Syafi'i. Di
                                                                          p
                      antara mereka ada yang menjadikan pendapat ini sebagai qaul jadid yang
                       shahih.  W a llahu a 'lam.
                                          '
                              Kedua, mut a h itu hanya wajib diberikan kepada wanita yang dicerai­
                       kan dan belum dicampuri, meskipun sudah ditentukan maharnya. Hal itu
                       didasarkan pada firman Allah £:










         480                                                                                  Tafsir lbnu Katsir Juz 2
   494   495   496   497   498   499   500   501   502   503   504