Page 20 - E-modul tentang kebijakan cultuurstelsel belanda di Karesidenan Madiun
P. 20
B. Pelaksanaan Cultuurstelsel di Keresidenan Madiun
Cultuurstelsel merupakan kebijakan konservatif Belanda, yang
bertujuan untuk memproduksi tanaman komoditas ekspor yang
laku di pasaran dunia. Dimana kebijakan tersebut di nilai efektif
dalam mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia. Selama
pelaksanaan Cultuurstelsel, Belanda tidak berkuasa secara
langsung. Pemerintah Belanda menjalankan kekuasaan melalui
bupati serta memanfaatkan jaringan aparat dan makelar kekuasaan
tidak resmi seperti kepala desa, jago, palang, weri, dan
sebagainya. Pelaksanaan Cultuurstelsel ini sebagian besar
dilakukan di daerah Jawa dan beberapa daerah lain di luar Jawa.
Untuk wilayah Jawa dilakukan pada daerah Gubernemen yang
meliputi 18 wilayah keresidenan, yaitu Banten, Priyangan,
Krawang, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Jepara,
Rembang, Surabaya, Pasuruhan, Besuki, Pacitan, Kedu, Bagelen,
Banyumas, Madiun, dan Kediri (Kartodirdjo & Suryo, 1994: 57).
Madiun merupakan salah satu wilayah terpenting pada masa
pelaksanaan Cultuurstelsel. Seperti halnya di daerah daerah yang
lain, Pemerintah Belanda juga mewajibkan masyarakat di wilayah
keresidenan Madiun untuk menanam tanaman komoditas ekspor
seperti tebu, kopi, indigo, dan kayu manis. Adapun untuk
mendapatkan hasil yang maksimal, pemerintah Belanda
memanfaatkan organisasi desa seperti bupati. Bahkan Pemerintah
Belanda menjanjikan tanah kepada para bupati dan pemimpin
lokal lainnya. Tak hanya itu, untuk membantu jalannya politik
ekonomi tersebut, Pemerintah Belanda menjanjikan uang bulanan,
tanah milik, dan kedudukan yang dapat diwariskan. Bupati
merupakan kepala daerah tingkat kabupaten, serta menjadi