Page 101 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 101

Novel ini berlatar tempat di Bali dan berlatar sosial tentang masyarakat Bali

                        dalam persoalan kasta yang masih membelenggu masyarakatnya untuk menentukan
                        jalan  hidup  mereka,  seperti  harapan  kebebasan  dalam  menentukan  jodoh  tanpa

                        feodalisme  kasta.  Dalam  novel  ini  tidak  diceritakan  kapan  terjadinya  cerita  ini.

                        Akan tetapi, sebuah dialog di antara dua tokoh lain dalam cerita ini, yakni antara
                        Luh Sadri dengan Kendran bahwa mereka menyinggung tentang iklan di TV dan

                        tato  halis.  Pembicaraan  mereka  tentang  TV  dan  tato  halis,  menandakan  bahwa
                        mereka hidup di antara tahun 1990 hingga 2000-an.

                             Novel yang bertema tentang diskrimininasi kasta di Bali ini, bercerita tentang

                        perjuangan masyarakat  Bali untuk  memperoleh kesetaraan sosial  atas kasta  dan
                        hak-hak dalam menentukan jalan hidup. Kaum perempuan dari kasta Sudra masih

                        bisa menikah dengan kaum Brahmana meskipun masih banyak kendala yang harus
                        dihadapi untuk bisa diterima secara utuh di keluarga suaminya. Akan tetapi, lain

                        halnya  dengan  perempuan  kasta  Brahmana.  Mereka  berdasarkan  hukum  adat
                        dilarang menikah dengan kasta yang lebih rendah seperti dari kasta Sudra.

                             Citra diri tokoh perempuan dalam novel Tarian Bumi diciptakan Oka Rusmini

                        bertujuan  mengungkap  persoalan-persoalan  yang  dihadapi  perempuan  Bali  agar
                        menjadi terang dengan memunculkan karakter Telaga yang khas perempuan Bali

                        dari kasta Brahmana. Menurut Satoto (1994, hlm. 45) citra diri perempuan pada
                        tokoh Telaga dapat direpresentasikan dalam aspek sosial, fisik, dan psikis. Telaga

                        Pidada  direpresentasikan  sebagai  tokoh  perempuan  yang  memiliki  kecerdasan

                        dalam  bidang  tari-menari.  Namun  dalam  kompetensinya  yang  luar  biasa,  tanpa
                        disasadari oleh Telaga, kekaguman para lelaki itu yang sesungguhnya merendahkan

                        diri Telaga pada saat melakukan pertunjukan tarian Bali.  Melalui kritik feminis
                        ideologis (Djajanegara, 2003), ketidakadilan gender yang dialami Telaga mengarah

                        pada manifestasi pelabelan (stereotype) gender (Fakih, 2013). Sesungguhnya kata-

                        kata kekaguman dari banyak lelaki yang menyaksikan tarian telaga adalah bentuk
                        lain dari subordinasi yang merendahkan harga diri Telaga sebagai penari.

                             Meskipun dalam diri Telaga mengalir darah kasta Sudra dari Jero Kenanga,
                        statusnya yang bergelar bangsawan tidak membuatnya menjadi sosok yang tinggi







                                                                                                     96
   96   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106