Page 118 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 118

asing luar negeri yang telah mengeruk emas di tanah Papua. Sementara masyarakat

                        Papua  tidak  seluruhnya  menikmati  kesejahteraan  dari  hasil  kekayaan  tanahnya.
                        Persoalan ini termasuk dalam pembahasan feminisme transformasi gender (Fakih,

                        2013).

                             Novel ini bertemakan tentang kekeluargaan dan ketidakadilan gender pada
                        kaum  perempuan  Papua.  Muatan-muatan  feminisme  dalam  cerita  novel  ini

                        mengarah  pada  kritik  sastra  feminis  ideologis  (Djajanegara,  2003).  Dikisahkan
                        dalam novel ini tentang kehidupan satu keluarga atas perempuan semua. Mereka

                        adalah para perempuan tangguh yang menjalani kerasnya hidup di tanah Papua.

                        Mereka berjuang untuk tetap hidup dengan mandiri dengan berdagang tanpa ada
                        anggota lelaki yang menafkahi mereka. Kehidupan yang mereka jalani  merujuk

                        pada faham feminisme eksistensialis yang menurut RosemarieTong (Ratna, 2010)
                        mempersoalkan sekaligus menolak keberadaan perempuan semata-mata mengasuh

                        anak. Kemudian Simone de Beauvoir memberi pendapat kaum perempuan selama
                        ini  telah  terkungkung  imanensi  laki-laki  yang  telah  mengklaim  kualitas  atas

                        transendensi mereka sendiri (Thornham, 2010).

                             Menurut Satoto (1994, hlm. 72) citra diri tokoh utama perempuan pada diri
                        Leksi dapat direpresentasikan berdasarkan aspek psikis, fisik, dan sosial. Misalnya

                        Leksi oleh Anindita S. Thayf ditampilkan sebagai gadis kecil berusia 7 tahun dari
                        suku Dani, Papua yang merupakan feminis kecil dengan belajar dari kisah masa lalu

                        nenek dan ibunya. Mabel sebagai nenek leksi dan Mace sebagai ibu Leksi kerapkali

                        menyemangati Leksi untuk giat belajar agar menjadi anak yang cerdas. Dampak
                        dari nasihat nenek dan ibunya itu membuat Leksi menjadi gadis kecil yang cerdas,

                        kritis,  mandiri,  humanis,  dan  peka  terhadap  lingkungannya.  Perawakan  Leksi
                        memang mungil dan kurus, namun Leksi selalu menebar senyum yang menawan ke

                        setiap orang ditambah lesung pipit menghias di kedua pipinya. Rambutnya yang

                        kriting lada kerap dikuncir atau sekali-kali dikepang oleh ibunya sebagai salah satu
                        cirikhas fisiknya. Ketika melangkah, gerakannya selalu lincah dan atraktif dengan

                        tingkat  pemikiran  melebihi  usianya.  Mabel  dan  Mace  selalu  menanamkan
                        pengetahuan moral yang baik pada diri Leksi. Misalnya, ketika bertemu dengan







                                                                                                    113
   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123