Page 159 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 159

klausa roman papua sebagai ungkapan pengarang untuk memberikan gambaran

                        tentang nasib kaum perempuan di Papua. Mereka mengalami nasib disubordinasi
                        oleh  budaya  patriarki,  sehingga  kaum  perempuan  Papua  banyak  mengalami

                        ketidakadilan gender.

                             Pengarang novel ini, Dorothea Rosa Herliany bercerita dengan menggunakan
                        sudut  pandang  orang  ketiga.  Dorothea  sebagai  pengarangnya,  menyebut  semua

                        tokoh cerita dengan mereka. Hal ini membuktikan bahwa Dorothea tidak berperan
                        sebagai tokoh utama atau kedua dalam novel ini.

                             Dorothea sebagai pengarang novel ini dalam becerita banyak menggunakan

                        gaya  bahasa  atau  majas  metafora.  Majas  metafora  banyak  digunakan  Dorothea
                        untuk  mengumpamakan  sebuah  objek  di  alam  seperti  layaknya  manusia.

                        Sementara, majas hiperbola banyak digunakan Dorothea untuk mengungkapkan
                        gambaran terhadap situasi atau peristiwa yang sangat tragis, sadis, menyedihkan,

                        atau juga bisa mengharukan.
                             Simbolisme  pada  novel  Isinga:  Roman  Papua,  muncul  pada  saat  Irewa

                        diputuskan menjadi yonim. Dalam arti,  Irewa adalah simbol dari perdamaian di

                        antara dua suku yang lama bertikai di lembah pegunungan Megafu, dan sejak lama
                        sering berperang. Tak sedikit korban yang berjatuhan dari kedua belah pihak. Irewa

                        sebagai perempuan Papua juga simbol dari kesuburan jika memiliki banyak anak.
                        Oleh karena itu, malom Woss yang menjadi suami Irewa kerapkali memaksa Irewa

                        untuk berhubungan badan agar Irewa bisa melahirkan banyak anak, terutama anak

                        lelaki yang diharapkan untuk modal peperangan. Kaum perempuan di Papua juga
                        disimbolkan  dengan  mas  kawin  berupa  babi  sebagai  mahar  untuk  membekali

                        pengantin perempuan memasuki gerbang rumah tangga.
                             Ironi dramatis terjadi pada tokoh Irewa. Dirinya adalah perempuan yang telah

                        berjuang  mati-matian  seperti  berdagang  untuk  menghidupi  dan  menyekolahkan

                        anak-anaknya. Akan tetapi, Malom Woss tak pernah menunjukkan rasa tanggung
                        jawabnya sebagai suami yang seharusnya bisa menjadi pengayom bagi Irewa dan

                        anak-anaknya. Malom malah semakin menjauh dari kehidupan Irewa dan anak-
                        anak mereka setelah berpindah ke Distrik Yar. Bermabuk-mabukan dan bermain







                                                                                                    154
   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163   164