Page 154 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 154
dalam pandangan laki-laki. Apabila hegemoni suami yang berbicara atas perintah
kemudian istri menolak, maka yang terjadi adalah kekerasan fisik pada perempuan.
Irewa mulai menjalani berbagai aktivitas meskipun masih menjadi sitri
Malom, sementara Malom kian jarang berada di rumah. Irewa bangkit demi
membesarkan anak-anaknya yang masih kecil. Irewa berjuang mandiri dengan
memiliki kios di pasar untuk menjual sayur-mayur serta umbi-umbian yang dia
usahkan dari ladang dan hutan, serta menerima titipan dari orang lain. Meskipun
Jinggi berada di Belanda, Irewa mulai menjadi penyuluh kesehatan pada
masyarakat Distrik yar dengan selalu bediskusi besama Jinggi melalui e-mail. Irewa
memberikan pula keterampilan menganyam noken bagi kaum remaja putri yang ada
di Distrik Yar. Dalam hal ini, perjuangan Irewa di ranah domestik tanpa bantuan
suaminya dengan bekerja keras dalam perdagangan dikategorikan sebagai aliran
feminis eksistensialis. Menurut Rosemarie Tong (Ratna, 2010) dan Simone de
Beauvoir (Thornham, 2010, hlm. 47) bahwa Irewa menolak dirinya hanya sekedar
menjadi istri dengan melaksanakan segala kewajiban sesuai ketetapan adat,
misalnya hanya mengurus suami dan anak semata. Namun, Irewa berjuang dan
bergerak dalam berbagai hal positif lainnya. Atas kejujuran dan kecerdasannya,
Camat Distrik Yar, Ibu Selvia mempercayakan dua buah tugas sosial
kemasyarakatan kepada Irewa, yakni menjadi guru kursus keterampilan membuat
noken untuk remaja perempuan dan menjadi penyuluh kesehatan penanggulangan
dan pencegahan HIV/AIDS di Distrik Yar.
Ringkasan cerita novel Isinga: Roman Papua di atas jika menggunakan
skema aktan dari Greimas (Sumiyadi, 2021, hlm. 72) yang bertujuan mengkaji
hubungan antar tokoh, dinamika tokoh, dan alur tokoh maka dapat digambarkan
melalui bagan berikut ini.
149