Page 225 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 225

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







           cukup banyak, cerita ini direkam dan kaset rekamannya dijual di pasar-pasar
           tradisional di Kabupaten Bone, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Wajo (Dafirah
           dan Shaifuddin bahrum, tt: v-vi). Cerita ini memiliki kekuatan pencitraan karakter
           tokoh perempuan yang bernama Daramatasia (Dafirah dkk, 2000).

           Daramatasia adalah putri dari raja Saéheq  Akbar  dan  Rabiatul  Alawiah.
           Daramatasia belajar Alquran dari seorang ulama terkemuka di Mesir yang  ulama
           inilah Daramatasia belajar tentang ilmu syaraf, ilmu tafsir, dan ilmu kitab kuning,
           ilmu fiqhi, ilmu falak dan bahkan ilmu kebatinan. Daramatasia juga memperoleh
           ilmu akhlak dari seorang guru yang bernam Siti Hafsah. Salah satu ilmu akhlak
           yang dipelajarinya adalah akhlak seorang perempuan, terutama kelak setelah
           menjadi istri dan menjadi ibu dari anak-anak yang dilahirkan.


           Daramatasia kemudian  menikah dengan seorang ulama yang bernama
           Saéheq  Bile  Maqripi  (Syah  Bil  Ma’rufi),  dan  hasil  perkawinan  itu,  mereka
           mendapatkan seorang  putri yang  bernama Cindera  Dewi. Di sini tokoh
           Daramatasia mengabdikan dirinya pada suami (melayani suami). Namun,
           kebahagiaan Daramatasia tidak berlangsung lama. Beberapa waktu setelah
           kelahiran putrinya, ia menghadapi masalah keluarga. Saéheq  Bile  Maqrupi
           menganiaya dan mengusirnya karena dianggap bersalah. Sebagaimana
           dengan  kebiasaannya,  setiap  kali  suaminya  kembali  ke rumah,  Daramatasia
           selalu melayani suaminya, dimulai dari membersihkan kaki hingga menyiapkan
           makanan. Pada suatu waktu, Daramatasia mendampingi suaminya makan
           malam sambil menggendong bayinya. Namun, lampu tiba-tiba padam, dan
           Daramatasia  memotong  rambutnya  untuk  dijadikan  sumbu  lampu  sehingga
           menyalalah kembali pelita itu. Daramatasia tidak beranjak mengambil pelita yang
           lain karena takut anaknya terbangun dipangkuannya. Oleh karena perbuatan
           Daramatasia itulah sehingga sang suami menghajar dan mengusirnya.

           Daramatasia akhirnya meninggalkan rumahnya, dan juga tidak diterima kembali
           oleh orang tuanya sehingga ia meninggalkan negerinya dan tersesat dalam
           hutan. Di dalam hutan ia mendapatkan rahmat dan mendapatkan mukjizat
           dan pertolongan dari  Allah SWT, sembuh  dari luka-luka  yang dideritanya,
           mendapatkan pakaian, menjalankan ibadah shalat, dan bahkan mandi dengan
           air yang bersumber dari surga sehingga ia tampak lebih muda dan lebih cantik.
           Hingga suatu ketika, ia pulang ke rumahnya, dan suaminya tidak mengenalinya
           lagi. Suaminya (Saéheq Bile Maqrupi) sangat terharu, menyesali perbuatannya,
           dan menerima kembali Daramatasia.

           Namun, tidak berselang lama, Saéheq Bile Maqrupi meninggal dunia karena
           sakit. Daramatasia yang menjadi janda ternyata banyak pemuda yang ingin
           mempersuntingnya. Dalam proses peminangan itu terjadi dialog antara
           Daramatasia dengan para pemuda yang bermaksud mempersuntingnya.
           Dialog ini mirip dengan dengan kisah Rabiatul Awalia, yang disajikan setelah






                                                                                                211
   220   221   222   223   224   225   226   227   228   229   230