Page 220 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 220

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    sudah menggunakan latar fisik berupa nama kampung yang ada di Sulawesi
                                    Selatan, sebagaimana terlihat pada kutipan di bawah ini.

                                          Nabali mi pakkutaknanna ri Anakkoda Hasang, “Sitojennna barang
                                          camprangji sikeddek. Lakutarrusang naung ri Majekne, Inrekang na Tapala.
                                          Paralakku sengka poro angngalle jekne inung siagang ambaji tarekanna
                                          bisenga. Kekkeki natunrung bosi ri pallawangenna Kapopposang na
                                          Kandongbali.

                                          Anakkoda Hasan pun menjawab, “Hanya barang campuran yang akan
                                          saya bawa ke Majene, Enrekang, dan Tapala. Keperluan saya singgah di
                                          sini sekadar untuk mengambil air minum dan memperbaiki layar perahu
                                          yang robek diterpa badai di daerah Kapoposang dan Kondang Bali.”


                                          (Hafid dan Muchlis Hadrawi, 1998a: 10, 30)

                                    Pada  kutipan  di  atas,  Nakhoda  Hasang  menjelaskan  bahwa  daerah  dituju
                                    pelayarannya adalah Majene, Enrekang, dan Tapala. Tokoh ini juga menyampaikan
                                    bahwa layar  perahunya robek akibat  diterjang badai  di Kapoposang dan
                                    Kondang Bali. Penyebutan nama tempat tersebut adalah nama tempat yang ada
                                    di Sulawesi Selatan. Jika diperhatikan lokasi tempat yang disebutkan, jelas arah
                                    pelayaran Nakhoda dari arah Laut Jawa lalu memasuki selat Makassar  menuju
                                    ke utara.

                                    Jelas kedua cerita Bugis Makassar yang dibicarakan ini adalah cerita Islam yang
                                    selain tokoh-tokohnya beragama Islam, juga pesan-pesan atau amanatnya
                                    merupakan ajaran Islam. Namun, keduanya tampak berbeda karena dalam
                                    Sureq Bekkuq berlatar Persi kecuali terdapat penyesuaian struktur pelapisan
                                    sosial kebudayaan Bugis, sementara dalam  Pau-Paunna Sitti Naharira sudah
                                    merupakan cerita rakyat Makassar karena tempat berlangsungnya peristiwanya
                                    adalah di kawasan Sulawesi Selatan, khususnya Makassar dan Mandar.





                                    Hikayat Perumpamaan atau Alegori Sufi

                                    Cerita yang termasuk dalam katagori ini biasanya digubah berdasarkan
                                    roman yang popular, tetapi disajikan secara simbolik sebagai kisah perjalanan
                                    kerohanian. Dalam kepustakaan Bugis dan Makassar, yang terkenal di antaranya
                                    adalah Pau-Paunna Saéheq  Maradang  (Hikayat  Syekh  Mardan),  Pau-Paunna
                                    Indera Patara (Hikayat Inderaputra), dan lain-lain.


                                    Pau-Paunna Saéheq Maradang adalah sebuah cerita yang tidak menceritakan
                                    entang keajaiban dan petualangan, melainkan juga berisi alegori sufi (bdk.






                    206
   215   216   217   218   219   220   221   222   223   224   225