Page 218 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 218

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    sarangnya, lalu diserahkan kepada putranya untuk dijadikan mainan. Ibu dari
                                    burung tekukur bersedih diambil anaknya, lalu ia berdoa agar Sultanul Injilai
                                    dicerai-beraikan juga dengan anak dan istrinya. Doa tekukur diterima oleh Tuhan,
                                    dan tak lama kemudian Sultanul Injilai berpisah dengan istri dan anaknya. Pada
                                    saat hendak menyeberang sungai Anahrul Amiin, yang sangat luas, Sultanul
                                    Injilai menggunakan sampan kecil. Di sinilah Sultanul Injilai bercerai dengan
                                    keluarganya. Istrinya diambil oleh Nakhoda, sedangkan kedua putranya diambil
                                    oleh nelayan. Sultanul Injilai berjalan sendiri masuk ke dalam hutan belantara.
                                    Pada akhir cerita, Sultanul Injilai diangkat menjadi raja negeri Biladu Tasnifi, yang
                                    kemudian berkumpul kembali dengan istri dan kedua putranya.

                                    Jika diperhatikan, kisah Sultanul Injilai, menunjuk pada terganggunya hubungan
                                    antara raja dengan rakyat. Rusaknya hubungan disebabkan oleh sikap raja yang
                                    tidak bijaksana, semena-mena, menuruti hawa nafsu, dan tidak menggunakan
                                    akal sehat. Di sini terlihat pesan Islam dalam cerita ini, yaitu menyangkut aspek
                                    rahmatan lil alamiin, cinta sesama.

                                    Meskipun kisah merupakan cerita terjemahan, tetapi penyajiannya juga
                                    disesuaikan dengan kondisi sosial budaya setempat. Nama-nama tokohnya,
                                    memang menggunakan nama Islam, akan tetapi sejumlah penyebutan nama
                                    jabatan atau peran disesuaikan dengan struktur sosial Bugis. Misalnya, pada
                                    saat Abdul Julali dan Abdul Jumali mengabdi kepada Raja Biladi Tasnifi (ayahnya
                                    sendiri), keduanya disebut dengan  pakkalawing  épuq, abdi kerajaan yang
                                    bertugas melayani raja dan keluarga raja, misalnya membawakan tempat sirih
                                    atau sepat sirih raja. Jabatan lain dalam cerita ini adalah pabbicara, pangulu
                                    joa,  suro, dan  kapitang pauno.  Pabbicara adalah anggota dewat adat, yang
                                    berfungsi mengawasi roda pemerintahan sekaligus merupakan penasihat raja;
                                    pangulu joa adalah jabatan kementerian dalam bidangnya masing-masing, suro
                                    adalah utusan raja, serta  kapitang pauno adalah algojo. Nama jabatan atau
                                    peran ini diramu oleh penerjemah atau penyadur sehingga cerita Sultanul Injilai
                                    terasa sebagai cerita Bugis.

                                    Kisah yang mirip dengan  Sureq Bekkuq adalah  Pau-Paunna Siti Naharira.
                                    Cerita Islam yang berbahasa Makassar ini mengisahkan tokoh Sitti Naharira
                                    yang menikah sebanyak tiga kali. Sitti Naharira pertama kali menikah dengan
                                    Anakkoda Hasang. Usia pernikahan tersebut tidak berlangsung lama karena
                                    Anakkoda Hasang tiba-tiba memutuskan menceraikan Sitti Naharira. Keputusan
                                    itu diambil oleh Anakkoda Hasang yang sedang berniaga mendapatkan kabar
                                    jika Sitti Naharira berselingkuh dengan laki-laki lain. Selanjutnya, Sitti Naharira
                                    menikah dengan Anakkoda Huseng, tetapi perkawinan ini juga tidak berlangsung
                                    lama. Anakkoda Huseng menceraikan Sitti Naharira karena istrinya itu dianggap
                                    serakah. Seorang lelaki miskin yang bernama Puang Pakoko. Dari perkawinan
                                    yang ketiga inilah Sitti Naharira mendapatkan kebahagiaan.








                    204
   213   214   215   216   217   218   219   220   221   222   223