Page 224 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 224

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    wali air, wali angin, dan wali api. Kepada empat wali ini Sitti Rabiatule Awaliya
                                    mengajukan pertanyaan tentang makna bersetinja. Namun, jawaban keempat
                                    wali terseut tidak tidak seperti yang diharapkan oleh Sitti Rabiatule Awaliya.
                                    Keempat wali ini pulang ke negerinya dengan tanpa berhasil mempersunting
                                    Sitti Rabiatule Awaliya. Selanjutnya, ulama yang ketiga yang mendatangi Sitti
                                    Rabiatule Awaliya adalah sejumlah syekh dan ulama, dan mereka pun tidak
                                    mampu menjawab pertanyaan Sitti Rabiatul Awaliya. Akhirnya, seorang
                                    pangeran yang bernama Suletang Saheding (Sultan Sahdin), mendatangi Sitti
                                    Rabiatul Awaliya di negeri Mesir. Berlangsunglah dialog panjang di antara
                                    keduanya tentang perkara tasawuf. Jawaban Suletang Sahedinglah yang dapat
                                    memecahkan persoalan yang dikemukakan Sitti Rabiatule Awaliya. Berikut ini
                                    dikutip dialog antara Suletang Saheding dengan Sitti Rabiatule Awaliya.


                                          Makkeda ni Sitti Rabiatule Awalia, “Oo puakku, aga nammula napancaji
                                          Allah Taala angka tepunna alangnge lolling liseq?” Makkedani Suletang
                                          Saheding, “Ee Sitti Rabiatule Awaliya, naiyya  ribicaranna tasahupuqe,
                                          mula-mulanna napancaji wi Allah Taala, naiya bicaranna seuwa-seuwae
                                          iyanaritu sininna napancajie. Iya mu to kiyaseng alang, iaya mu to riaseng
                                          buruq. Bettuwanna, riasengnge alang manessani buruq. Naiyya hakikaqna
                                          seuwa-seuwae, iana ri tu pangulutta Nabi Muhammad saw…”

                                          Ia bertanya, “Wahai tuanku, apakah yang pertama-tama diciptakan oleh
                                          Allah  sebelum  dan  sampai  pada  akhirnya  terciptalah  dunia  ini  beserta
                                          isinya?”  Suletang  menjawab,  “Wahai  Sitti  Rabiatule  Awaliya,  yang
                                          pertama-tama diciptakan menurut orang tasawuf adalah dia sendiri.
                                          Menurut bahasanya, pencipta atas segala sesuatu. Itulah yang disebut
                                          dengan alam atau tanah. Artinya, yang disebut dengan alam pasti akan
                                          mengalami kerusakan atau fana, tidak abadi, dan hakikat dari segala
                                          sesuatu itu adalah junjungan Nabu Muhammad saw…”

                                          (Hafid dan Muchlis Hadrawi, 1999: 12, 26).





                                    Dialog antartokoh di atas berisi tentang penciptaan, siapa pertama kali diciptakan
                                    Tuhan dan penciptaan dunia dan segala isinya. Jawaban Suletang Sahading
                                    adalah Tuhan menciptakan dirinya, lalu menciptakan segala sesuatunya. Hakikat
                                    segala  sesuatunya  adalah Muhammad.  Jelas,  perbicangan ini  berisi  tasawuf,
                                    yang berbeda isi perbicangan dengan ketiga ulama sebelumnya, yang bergerak
                                    dari syariat, terikat ke hakikat.

                                    Kisah tentang perempuan sufi yang mirip dengan kisah Rabiatule Awaliya
                                    adalah  Pau-Paunna Daramatasia  (Hikayat Darma Tahsiyah). Cerita ini cukup
                                    popular pada masyarakat  Bugis.  Cerita ini,  selain jumlah naskah salinannya






                    210
   219   220   221   222   223   224   225   226   227   228   229