Page 229 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 229
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Penutup
Sejak agama Islam diterima secara resmi oleh kerajaan-kerajaan Bugis dan
Makassar pada awal abad ke-17, kegiatan bersastra menjadi lebih hidup dan
berkembang. Kehadiran Islam tidak hanya memberikan pengaruh pada tradisi
sastra yang telah lama berkembang di masyarakat, melainkan juga sastra
(hikayat) berasal dari Persi dan Melayu yang lebih dahulu menerima Islam
diterjemahkan ke dalam bahasa Bugis dan bahasa Makassar. Teks sastra yang
merupakan terjemahan (saduran) dari sastra Persia dan Melayu tersimpan dalam
bentuk naskah-naskah salinan yang merupakan koleksi pribadi masyarakat
setempat atau koleksi berbagai perpustakaan. Ada pula masyarakat, terutama
di desa-desa yang masih memelihara tradisi penyampaian lisan sastra tersebut.
Penerjemahan terhadap sastra Persi dan Melayu ke dalam bahasa Bugis
dan bahasa Makassar tidak dilakukan secara patuh, melainkan dilakukan
penyesuaian isi, komposisi, budaya, dan bahasa masyarakat setempat. Beberapa
jenis sastra (puisi) diterjemahkan secara puitis pula. Dengan demikian, jenis
sastra terjemahan (saduran) tersebut terasa sebagai sastra (Islam) Bugis dan
Makassar.
Sejumlah tradisi ritual keagamaan, seperti peringatan Maulid Nabi Muhammmad
saw, dan Isra Mikraj; serta tradisi adat-istiadat masyarakat setempat, seperti
menempati rumah baru, aqiqah, perkawinan, dan lain-lain berperan dalam
menghidupkan sastra (Islam) Bugis dan Makassar tersebut. Dalam pelaksanaan
ritual tersebut, sastra (naskah) dibacakan dan bahkan dinyanyikan secara
bersama-sama. Ada pula masyarakat tertentu yang secara rutin membaca
sastra, seperti Sureq Makkelluna Nabitta atau Sureq Makattereqna Nabitta
(Hikayat Nabi Bercukur), Sureq Mallinrunna Nabitta (Hikayat Nabi Wafat) karena
meyakini bahwa dengan membaca atau mendengarkan dengan tuntas, Allah
SWT akan mengapuni segala dosa-dosanya.
Peran aksara Sérang cukup penting dalam penyebaran kebudayaan Islam pada
umumnya, dan sastra Islam pada khususnya. Banyak di antara karya terjemahan
(saduran) tersebut ditulis dengan menggunakan huruf Sérang yang bercampur
dengan huruf Lontaraq. Huruf Sérang induknya adalah huruf Arab yang telah
mengalami penyesuaian bentuk sesuai dengan bahasa dan budaya orang
Bugis dan Makassar. Huruf Sérang serang ini, selain berfungsi sebagai sarana
penulisan, juga menjadi simbol Islam.
Andi M. Akhmar
215