Page 228 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 228

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                          “Laa tadrikuhul absara wa huwa
                                          yadrikuh laa absara wa huwa
                                          lisainul habir …..”
                                          Bismillahi rahmanir rahiim
                                          Pasal, yang menjelaskan syaratnya
                                          ilmu nisa jika kamu akan melakukannya,
                                          ambillah wudhu terlebih dahulu.
                                          Jika sudah berwudhu, bacalah Sembilan kali,
                                          “Laa tadrikuhul absara wa huwa
                                          yadrikuh laa absara wa huwa
                                          lisainul habir …..”
                                          (Hadrawi, 2008: 57, 91)





                                    Pengetahuan tata cara berhubungan suami-isteri, sebagaimana terlihat apada
                                    kutipan di atas, tidak hanya memberikan petunjuk gerakan, melainkan juga
                                    bacaan doa-doa. Dengan demikian kepustakan ini merupakan kepustakaan
                                    Bugis yang Islam karena prinsip-prinsip yang mendasari adalah prinsip keislaman.


                                    Selain itu, terdapat pula tradisi penulisan catatan harian raja-raja Bugis dan
                                    Makassar yang berciri Islam. Catatan yang lebih dikenal dengan  Lontaraq
                                    Bilang ini ditulis dengan menggunakan huruf Lontaraq yang bercampur dengan
                                    huruf Sérang. Penulisan hari, bulan, dan tahun berdasarkan tahun Hijriyah.
                                    Berdasarkan Lontaraq Bilang  yang masih bisa dijumpai saat ini, jelas terlihat
                                    bahwa tradisi penulisannya dilakukan setelah Islam diterima secara resmi oleh
                                    kerajaan-kerajaan Bugis Makassar.

                                    Dengan demikian, sastra Islam yang berasal dari Persi dan negeri Arab lainnya
                                    juga diterjemahkan dan diterima dalam lingkungan sastra Bugis dan Makassar.
                                    Sastra tersebut tidak hanya memberikan pengaruh, melainkan pada periode
                                    tertentu melahirkan gairah baru dan memperkaya khasanah sastra Bugsi dan
                                    Makassar.
























                    214
   223   224   225   226   227   228   229   230   231   232   233