Page 325 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 325
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
tetapi kita mengabaikan kesatuan dari unsur (holistik) yang terdapat dalam
seni pertunjukan tersebut. Hal ini perlu menjadi perhatian karena dalam
beberapa judul buku ini bisa terdapat kajian pada seni pertunjukan yang sama
tapi ditempatkan dalam judul yang berbeda. Terutama seni pertunjukan yang
mengandung unsur sastra dan musik yang memang mendapat porsi cukup luas.
Mengatasi persoalan perspsektif yang terbatas, maka dalam tulisan ini akan
selalu mengadopsi istilah yang digunakan oleh masyarakat pendukungnya.
Istilah yang digunakan pada seni pertunjukan tersebut lebih tepat ketimbang
kita memakai istilah yang ada dalam terminologi pengganti. Misalnya untuk
tetap memakai kata gamelan dalam tradisi Jawa dari pada menggantinya
dengan istilah musik. Tulisan ini akan memberikan pejelasan yang secukupnya
bisa memakai istilah lokal agar tetap dapat dipahami secara tepat. Gambang
kromong misalnya mempunyai arti tidak hanya pada alat musik yang terdiri
dari gambang dan kromong. Gambang kromong bisa juga berarti sekelompok
alat musik (ensambel) yang lebih dari sekedar gambang dan kromong. Ada alat Seni pertunjukan Islam
tidak membatasi diri
musik lainnya misalnya tehyan (alat gesek dua senar), nyanyian, dan bahkan pada tiga unsur seni
peranan utamanya tampail bersama cokek (tarian). Seni pertunjukan Islam tidak (musik, tari, drama),
membatasi diri pada tiga unsur seni (musik, tari, drama), tetapi mencakup semua tetapi mencakup semua
unsur yang terdapat dalam keberagaman seni pertunjukan Islam Indonesia. unsur yang terdapat
dalam keberagaman
Menggunakan istilah seni pertunjukan yang -mencakup keberagaman seni seni pertunjukan Islam
Islam Indonesia karena memang kita tidak mempunyai satu terminologi khusus Indonesia.
sebagai pengganti seni pertunjukan.
Seni Pertunjukan Islam
Ada tiga cara untuk melihat seni pertunjukan Islam Indonesia, berdasarkan
realitas pengamalan masyarakat dalam sejarah berkesenian. Sudut pandang ini
muncul terutama karena situasi dalam sejarah ketika Islam masuk ke Nusantara.
Gejala pertama adalah seni pertunjukan Islam yang erat dengan kehidupan
masyarakat Islam. Seni pertunjukan jenis yang juga melekat bersamaan dengan
masuknya Islam ke Nusantara. Klaim pada kesenian barjanji, nasid, ratib misalnya
sebagai kesenian Islam tidak pernah mendapat penolakan atau pertentangan.
Kesenian itu dianggap identik sebagai milik Islam. Walaupun demikian, kesenian
jenis ini belum tentu tidak mendapat pegaruh atau menyerap usur lokal dalam
pertunjukannya. Penyerapan ini yang memberikan keberagaman pada bentuk
311