Page 329 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 329
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Debus diberi nama yang berbeda-beda. Aceh dan Banten menyebutnya
dengan debus. Sumatera Barat menyebutnya dengan dabuih. Pertunjukan Debus diberi nama
debus ini juga bisa diberi nama yang berbeda karena dipertunjukkan dalam yang berbeda-beda.
Aceh dan Banten
bersamaan dengan kesenian yang lain. Debus di Jambi misalnya, dapat dilihat menyebutnya dengan
dengan tiga nama yaitu Sike Turun ke Aek dari Merangin, Ngayun Luci dari debus. Debus di Jambi
Kabupaten Kerinci dan Madu Amo dari Kota Sungai Penuh. Masyarakat Jawa dapat dilihat dengan
juga mengenal penunjukan kekuatan ini dalam kesenian Jaran Kepang, kuda tiga nama yaitu Sike
lumping (kuda kepang). Debus sering indentik dengan Banten, karena debus Turun ke Aek dari
Banten merupakan pertunjukan yang populer di Indonesia. Kepopuleran debus Merangin, Ngayun Luci
dari Kabupaten Kerinci
Banten membuat gaya debus lain kurang dikenal. Adalah debus menyebar di dan Madu Amo dari
sebagian besar wilayah Nusantara dengan berbagai bentuk pertunjukkannya Kota Sungai Penuh.
yang beragam. Masyarakat Jawa juga
mengenal penunjukan
kekuatan ini dalam
Sebagian besar dari pertunjukan debus selalu diawali dengan membaca kesenian Jaran Kepang,
berbagai ucapan, bahkan terkadang dinyanyikan secara berulang-ulang. Para kuda lumping (kuda
penonton pada umumnya tidak mendengar dengan jelas apa yang diucapkan kepang).
oleh pelaku kesenian ini. Terdengar lebih musikal ketimbang makna verbal yang
ingin disampaikan. Kalau kita bertanya pada mereka, jawaban mereka sering
mengatakan suatu rahasia yang tidak bisa diucapkan secara sembarangan.
Paling tidak mereka mengakui bahwa ucapan itu bersifat islami, terutama
karena banyak yang berbahasa Arab. Dan memang banayak juga yang tidak
bermakna secara verbal. Atau makna utamanya adalah musikal, bahkan
bisa mnemonik (pengingat bentuk) saja. Para pelaku kesenian debus juga
pada umumnya menganggap diri sebagai orang soleh yang tekun beribadat. Sebagian besar dari
Ketekunan beribadah inilah yang memungkinkan mereka mendapat kekutan pertunjukan debus
yang luar biasa pada saat pertunjukan. Dari pandangan para senimannya, selalu diawali dengan
mereka mengaku bahwa apa yang mereka lakukan memakai ajaran Islam. membaca berbagai
Tampilan mereka yang akan naik ke panggung di pertunjukan debus dari Jambi ucapan, bahkan
seperti tampilan seorang ulama. Memakai pakaian longgar berwarna putih dan terkadang dinyanyikan
secara berulang-ulang.
topi haji. Tak bisa kita menolak untuk mengatakan bahwa mereka adalah umat Ucapan itu bersifat
Islam dan melakukan kegaitan yang bukan islami. islami, terutama karena
banyak yang berbahasa
Pertunjukan debus dari Jambi diawali dengan nyanyian dan iringan gendang. Arab.
Bentuk ucapan yang mereka lakukan diulang secara terus menerus. Pada awal
pertunjukan mereka hanya berdiri di atas dengkul sambil menyilangkan kedua
tangan ke dada. Gerakan mengayun ke depan seperti membungkuk mengikuti
irama musik. Ada seorang pembaca kitab untuk diulangi oleh anggota yang
lain. Bagian ini berupa proses yang membawa mereka menjadi intens. Setelah
intens mereka (terkadang lima orang) berdiri dan mulai berjalan membentuk
lingkaran. Semua mereka mengelilingi tumbukan beling (kaca botol dan piring)
yang telah diletakkan diatas karung plastik.
Semakin lama putaran dan gerakan mereka semakin cepat, mendekati
seperti berlari. Dan beberapa orang langsung melompat ke atas tumpukan
beling. Sebagian besar penonton menjerit dan kagum, sebagian ada yang
315