Page 331 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 331

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







           Pertunjukan kekuatan tubuh yang ditunjukkan dalam kuda lumping memakai
           musik  gamelan  yang  sangat  minim.  Alat  musik  bilahan  besi  dan  kendang   Pawang adalah orang
                                                                                          yang mengatur dan
           menjadi dominan. Pemain kendang sering juga berperan menjadi pemimpin          menguasai jika ada
           pertunjukan, atau sering disebut pawang. Orang yang mengatur dan menguasai    penari yang melakukan
           jika ada penari yang melakukan pertunjukan diluar kebiasaan. Penjagaan ini     pertunjukan di luar
           sangat  penting  dalam  pertunjukan  debus.  Properti  yang digunakan penari   kebiasaan pertunjukan.
           adalah kuda-kudaan berupa anyaman dari bambu dan diberi hiasan ijuk
           dan cat berupa kepala kuda. Garapan gambar ini bertujuan untuk membuat
           anyaman tersebut menyerupai kuda, walau tanpa kaki. Untuk menggunakan
           kuda ini serperti layaknya menunggang kuda. Kuda yang menggunakan dua
           kaki penunggangnya. Cara mereka menggerakkan kuda tetap terlihat seperti
           gerakan kuda sungguhan. Terjadi ornamentasi bentuk gerak, kuda yang
           berperan sebagai properti pertunjukan meyakinkan penonton bahwa mereka
           sedang menunggang kuda.

           Iringan gamelan pada pertunjukan kuda lumping juga selalu dimulai dengan
           tempo lambat. Secara perlahan tempo musik akan dinaikkan terus menerus,
           sehingga mencapai tempo tinggi dimana biasanya penari akan memperoleh
           kekuatannya. Ada beberapa komposisi yang bisa diganti untuk menuju waktu
           musik yang cepat dan mendekati penari akan melakukan atraksi. Ketika penari
           telah siap mengadakan atraksi biasanya kuda lumping yang ditunggangi tersebut
           akan dilepaskan. Setiap penari dapat melakukan atraksi yang sangat berbeda-
           beda, sesuai dengan kondisi dan keahlian yang biasa mereka lakukan. Atraksi
           yang umum dilakukan adalah memakan beling (pecahan kaca), mengupas
           kelapa dengan gigi, memanjat pohon layaknya seekor monyet, dan sebagainya.
           Satu hal yang banyak juga dilakukan adalah melarang orang yang memakai baju
           merah pada saat menonton pertunjukan kuda luping. Warna merah menjadi
           incaran penari yang sedang melakukan atraksi. Beberapa bahkan mengejar
           yang memakai pakain warna merah. Tapi kita tidak terlalu jelas apa makna yang
           lain dari warna merah dalam pertunjukan kuda lumping.


           Walau pada dasarnya kesenian kuda lumping menjadi tradisi masyarakat Jawa,
           tetapi bersamaan dengan penyebaran masyarakat Jawa di Nusantara, kuda
           lumping turut meyebar di Nusantara. Kuda lumping terdapat di Sumatera,
           Kalimantan,  Sulawesi  dan Papua.  Bentuk  dan  karakter  properti  pertunjukan
           kuda lumping bisa beragam. Ukuran dan bentuk kuda yang beragam, alat musik
           pengiring yang bervariasi, bentuk penunjukan atraksi kekuatan yang beragam,
           tetapi tetap merupakan satu golongan seni pertunjukan debus.

           Ciri islami pada pertunjukan debus sudah tidak bisa diragukan lagi, terutama
           karena pemilik kesenian ini pada umumnya, properti yang digunakan oleh
           pemainnya, termasuk ucapan (mantra) yang digunakan mempunyai pengaruh
           Islam. Konsep pertunjukan kuda lumping sering ditolak sebagai kesenian Islam
           karena ada beberapa unsur: pertama, meggunakan mantra; kedua, ada unsur






                                                                                                317
   326   327   328   329   330   331   332   333   334   335   336