Page 386 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 386
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
1980-an, Tombo Ati dinyanyikan dalam lagu-lagu qasidah berirama gambus.
Tapi, menjadi sangat populer tahun 1990-an ketika Emha Ainun Nadjib dan Kiayi
Kanjeng membawakannya dengan aransemen musik yang apik dan terdengar
baru dalam jagat musik Indonesia yaitu orkestra gamelan, sebuah kolaborasi
tiga genre musik Jawa, Islam dan Barat. Tombo Ati dilantunkan dengan
iringan musik gamelan, gong, demung, saron dan suling yang diramu dengan
rebana, biola dan organ. Sebelumnya, diawali pembacaan puisi sapaan Emha
yang menyentuh berisi ajakan relaksasi dalam menghadapi masalah-masalah
kehidupan yang berat untuk menyandarkan diri kepada pelukan kesejukan
Tuhan, disisipkan juga lantunan do’a kerendahatian Abu Nuwas: “Ilâhi… lâstu lil
firdausi ahlâ, walâ aqwâ alannâril jahîm.”
Menikmati Tombo Ati Emha, bagi Betts (2006: ix), kita disuguhi “sebuah refleksi
yang menyentuh jiwa tentang kepatuhan beragama dan cara-cara untuk
memudahkan hati menerima agama.” Sebagai orang asing, wajar bila Betts
tidak menangkap lebih dalam struktur psiko-kultural Tombo Ati. Lebih dari
sekedar refleksi yang menyentuh jiwa, Tombo Ati sesungguhnya menyuguhkan
enam hal sekaligus: gambaran suasana pedesaan Jawa abad ke-16 di zaman
Tombo Ati dilantunkan walisongo, keindahan aransemen musik, kesejukan jiwa, kreatifitas, religiusitas
dengan iringan musik dan dakwah.“Suasana pedesaan abad ke-16” tertangkap dari nadzaman itu
gamelan, gong, yang populer di daerah-daerah pedesaan santri Jawa yang banyak pesantren
demung, saron dan
suling yang diramu dan masjid, “keindahan musik” terasa dari aransemen Tombo Ati yang apik
dengan rebana, dan enak didengar dengan dentingan gamelannya yang sudah berubah dari
biola dan organ. nuansa Jawa Hindu ke nuansa Jawa Islam, “kesejukan jiwa” terasa dari irama
Sebelumnya, diawali musiknya yang teduh dan damai, “kreatifitas” terlihat dari kekayaan nada dan
pembacaan puisi
sapaan Emha yang kolaborasi tiga genre musik yang diciptakannya, “religiusitas” sangat terasa dari
menyentuh berisi syair yang diambil dari nasihat Ali bin Abi Thalib yang mengingatkan kedekatan
ajakan relaksasi
dalam menghadapi dengan Tuhan dan “dakwah” karena Tombo Atisedang mendakwahkan Islam
masalah-masalah kultural yang lentur dan ramah seperti dulu diperkenalkan parawali di Nusantara.
kehidupan yang berat Tombo Ati Emha adalah sebuah local genius dimana nadzaman tradisional tidak
untuk menyandarkan hanya berubah menjadi modern karena diiringi orkestra musik kreatif tetapi juga
diri kepada pelukan
kesejukan Tuhan, menjadi melting potberbagai genre musik yang menyuguhkan banyak nuansa.
disisipkan juga Demikian juga, bila kita mendengarkan tembang hit Emha yang lain seperti lagu
lantunan do’a Ya Ampun dan Ilir-ilir ciptaan Sunan Kalijaga yang terasa teduh dan damai. 3
2
1
kerendahatian Abu
Nuwas: “Ilâhi… lâstu
lil firdausi ahlâ, walâ Tombo Ati adalah salah satu contoh dari ratusan jenis seni Islam. Seni adalah
aqwâ alannâril jahîm.” manifestasi estetik manusia yang menyangkut perasaan halus dan keindahan
Menikmati Tombo Ati
Emha, kita disuguhi sebagai anugrah Tuhan. Sebagai ekspresi perasaan dan keindahan, kata Ahdiat
“sebuah refleksi yang K. Mihardja, seni adalah “kegiatan rohani.” Perasaan halus dan keindahan
menyentuh jiwa sebagai aktifitas rohani itu kemudian diekspresikan ke dalam beragam bentuk,
tentang kepatuhan
beragama dan cara-cara wujud dan corak kesenian: seni suara, seni musik, seni lukis, seni tulis, seni
untuk memudahkan gerak, seni bentuk, seni grafis dan lain-lain. Islam adalah seperangkat ajaran
hati menerima agama. Ilahiyah yang diturunkan untuk menuntun segala tindakan manusia dalam
kehidupan termasuk dalam mengekspresikan, mengelola dan mengembangkan
372