Page 389 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 389

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







           and Mary dan Direktur The William and Mary Middle Eastern Music Ensemble,
           Amerika Serikat –memberi judul bukunya tentang musik Islam di Indonesia
           dengan “Divine Inspirations: Music and Islam in Indonesia.” Dengan judul itu,
           Harnish dan Rasmussen ingin menegaskan bahwa seni Islam, terutama seni
           baca Qur’an di Indonesia yang mereka teliti, adalah inspirasi ketuhanan. Dan
           menariknya, kata Rasmussen, sejak zaman Nabi Muhammad hingga zaman
           modern, seni baca Qur’an ini belum pernah berubah. Rasmussen menyatakan:


                Di Indonesia, di tengah-tengah arus deras musik-musik populer dan musik
                rakyat, musik Barat, gamelan tradisional, seni bacaan Qur’an terserap
                ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sebagai sumber otentisitas
                Muslim. Terpisahkan oleh jarak ribuan mil dan ratusan tahun dari
                pusat Islam (Arab), Muslim Indonesia menyuguhkan dan mengamalkan
                Al-Qur’an persis sama dengan orang-orang Islam pada zaman Nabi
                Muhammad. (2011: 30).





           Sama dengan kekuatan qira’ah, seni Islam lain yang sifatnya “life time” atau
           sepanjang zaman adalah shalawatan. Bila seni qira’ah kuat bertahan (sebagai
           manifestasi keimanan kepada Allah), seni shalawatan bertahan sebagai bukti
           kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Bukanlah kebetulan bila keduanya
           adalah urutan pertama dan kedua dalam sumber hukum Islam. Nampaknya,
           kekuatan keduanya bukan hanya dalam syari’ah tetapi juga dari seni yang
           dilahirkannya. Seperti halnya qira’ah, shalawatan juga lahir sejak zaman Nabi.
           “Musik dan lagu pertama” yang dikenal di dunia Islam dan masih dijadikan
           sandaran sahnya bermain musik bagi kaum Muslimin adalah sambutan
           kaum Anshar pada sang Nabi SAW ketika baru datang hijrah dari Mekkah
           ke Madinah. Saat itu, kaum pribumi Anshar menyambut kedatangan Nabi
           Muhammad SAW dengan lantunan shalawat Badar yang diiringi musik rebana
           yang mengungkapkan kerinduan pada sang pemimpin pujaan dimana yang
           Nabi tidak melarangnya:

                Thala'al badru 'alainâ
                Min tsaniyyâtil wadâ
                Wa jabas syukru 'alainâ
                Mâ da'â lillâhi dâ

                Asyraqal badru 'alainâ
                Fakhtafat minhul budūru
                Mitslahusnika mâ ra-ainâ
                Qatthu yâ wajhas surūri


                Anta syamsun anta badrun
                Anta nurun fawqa nuri





                                                                                                375
   384   385   386   387   388   389   390   391   392   393   394