Page 393 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 393

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







           mendorong akhlak yang baik dan semangat ibadah, membangunkan jiwa dan
           membangkitkan untuk beramal sehingga mengandung nilai syiar dan dakwah,
           sementara penampilan dan penyelenggarannya tidak melanggar etika agama
           dan menyalahi estetika.

           Selanjutnya Abdul Hadi membagi jenis-jenis musik handasah-islami kepada lima
           kelompok: Pertama, jenis seni suara yang sepenuhnya tunduk pada estetika Al-
           Qur’an. Seni suara jenis ini adalah seni bacaan yang caranya pun sesuai dengan
           norma, etika dan estetika Al-Qur’an seperti tilawah dan qira’ah. Karena seni ini
           langsung menyampaikan wahyu ilahi, jenis seni ini nilainya paling tinggi dan
           menempati urutan pertama dalam kehidupan estetis kaum Muslimin.

           Kedua, suara dan lantunan yang isinya berupa seruan dan ajakan untuk
           pelaksanaan ibadah seperti adzan, juga nada, irama dan nyanyian yang berisi
           tahmid,  takbir,  dzikir, wirid atau lagu-lagu kasidah, berbagai macam jenis
           shalawat, kasidah  Burdah, Barzanji  dan  Rampai Mauluddi Melayu. Menurut
           Hadi, kasidah-kasidah semacam ini berawal dari kaum sufi yang memainkan
           peranan penting dalam islamisasi di Afrika, Asia Barat, Asia Tengah, India
           dan Asia Tenggara. Seluruh jenis musik kasidah di zaman modern, baik musik
           Arab atau musik Barat atau bahkan musik lokal-tradisional, yang isinya seruan
           penyadaran,  ajakan  meningkatkan  ibadah,  nasehat  agama,  pengagungan
           Tuhan dan pujian pada Nabi, masuk dalam kategori jenis kedua ini. Puncak dari
           semua jenis handasah kedua ini adalah musik sama’ yaitu konser keruhanian
           sufi yang diiringi pembacaan puisi, gerak tari dan orkestra. Konser gerak tari
           darwish ciptaan Jalaluddin Rumi dalam tarekat Maulawiyah yang melibatkan
           putaran tubuh dan lantunan dzikir adalah contoh sama’ dimana musik menjadi
           alat  persembahan  dan  pendekatan  kepada  Tuhan  melalui  gerak  tarian  yang
           mendatang ekstase spiritual.

           Ketiga, jenis improvisasi bunyi bermacam alat-alat musik, yang dalam musik
           modern  disebut  intrumentalia.  Jenis  musik  ini  terhitung  jarang  atau  kurang
           populer di dunia Islam karena dalam Islam tujuan musik bukan hanya untuk
           musik dan keindahan semata, tapi seperti dalam handasah, untuk meningkatkan
           kesadaran dan religiusitas. Tetapi beberapa upacara keagamaan di masyarakat
           Muslim  ada  yang  hanya memainkan  musik  tanpa lagu  seperti  musik  rebana
           dalam seni Rebana Biang. Konsern sama’ sering diperdengarkan tanpa lagu.


           Keempat, lagu-lagu perjuangan menegakkan agama, Islam dan kebenaran atau
           tema-tema religiusitas tertentu, termasuk tema falsafah. Contoh jenis ini adalah
           pembacaan Hikayat Perang Sabil yang dilagukan mengiringi Tari Seudati di Aceh.
           Musik-musik kasidah di Indonesia yang isinya memenuhi kriteria di atas termasuk
           juga  dalam  kategori  ini.  Lagu  “Panggilan  Jihad”  ciptaan  Buya  Hamka  yang
           populer di Indonesia tahun 1960 dan 1970-an berada dalam jenis kelompok ini
           karena isinya menyadarkan untuk berjihad, mewujudkan persatuan umat dan
           membangkitkan semangat untuk menegakkan hukum Allah. Tahun 1980 dan





                                                                                                379
   388   389   390   391   392   393   394   395   396   397   398