Page 517 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 517

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3







                LP3ES terhadap program yang dijalankannya. Akibatnya, program
                pengembangan masyarakat oleh pesantren yang dilakukan LP3ES belum
                mencapai hasil yang memadai dibandingkan masalah-masalah mendesak
                yang dihadapi masyarakat di pedesaan kala itu.” 112





           Selain kasus LSM yang bergerak dalam agenda pengembangan masyarakat
           melalui  pesantren  di  atas,  pertanyaan  serupa—seberapa  jauh  LSM  mampu
           menjaga  radar  gerakannya  pada  kelompok  masyarakat  yang  dibela?—dapat
           juga dilihat pada kasus LSM yang bergerak dalam ranah filantropi. Baik Dompet
           Dhuafa Republika, PKPU, BSMI, LAZISMU, LAZISNU dan lembaga filantropi
           lainnya,  tentu saja  dituntut untuk  mampu menjaga radar gerakannya pada
           kelompok masyarakat yang dibela. Dengan pola yang dijalankan saat ini,
           kiranya penting bagi LSM yang bergerak dalam ranah filantopi untuk melakukan
           pelbagai bentuk terobosan baru, khususnya dari segi-segi manajerial. Dengan
           demikian, mereka diharapkan mampu tampil sebagai lembaga filantropi yang
           moderen dan profesional di Indonesia, yang selama ini masih sangat langka.
           Dalam hal ini, Dompet Dhuafa Republika, misalnya, diharapkan memberikan
           perhatian yang lebih fokus dan serius terhadap beasiswa,  empowerment,
           ataupun juga membentuk sebuah chair di universitas, professorship chair tentang
           fikih filantropi di pascasarjana, dan sebagainya, yang selama ini terabaikan
           oleh lembaga-lembaga filantropi. Pemberian beasiswa dari dana filantropi bagi
           kalangan kurang mampu dan miskin ini sangat penting sebagai social equity.  113


           Demikianlah, bahwa sejauh ini LSM harus menjalani takdir keberlanjutan
           dan perubahan seperti juga dialami oleh setiap lembaga. Dengan kerangka
                                   114
           fungsionalisme struktural,  misalnya, LSM  untuk pemberdayaan masyarakat
           dipandang  sebagai  suatu  sistem  yang  memiliki  komponen-komponen,  yakni
           pengurus  lembaga,  anggota,  visi,  misi  dan  orientasi  gerakan,  serta  program
           dan kegiatan lembaga. Keempat  komponen tersebut merupakan sub-
           sistem  dan  mempunyai  fungsi  masing-masing  dan  sekaligus  berfungsi  untuk
           keberlangsungan gerakan pemberdayaan masyarakat secara keseluruhan.
           Dengan prasyarat fungsional tersebut, gerakan pemberdayaan masyarakat
           yang dalam hal ini diinisiasi oleh LSM ke depan akan mampu memelihara
           keberlangsungan gerakannya meskipun berhadapan dengan berbagai tantangan
           dan hambatan, termasuk perubahan sosial-politik di Indonesia.


















                                                                                                 501
   512   513   514   515   516   517   518   519   520   521   522