Page 514 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 514
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3
Data yang ada menjelaskan bahwa banyak dari LSM, untuk tidak mengatakan
semua, masih sulit melepaskan diri dari ketergantungannya dengan lembaga
donor asing. Memang, pada banyak kasus, LSM di Indonesia seringkali muncul
tidak secara spontan, melainkan didirikan karena adanya lembaga donor asing
(LSM Internasional) yang memerlukan patner di tingkat nasional. Ketersediaan
dana-dana asing (dan adanya program-program yang dianggap bermanfaat
bagi organisasi lokal) sering dianggap sebagai alasan utama mengapa sebuah
LSM didirikan. Kasus pendirian LP3ES merupakan contoh sejarah terkait
98
keterlibatan lembaga donor asing atas pendirian sebuah LSM di Indonesia. Saat
itu FNS diketahui menjadi mitra utama Bineksos yang akhirnya bersepakat
99
mendirikan LP3ES. Tentu banyak lembaga donor lain yang juga berperan dalam
proses penguatan LSM di Indonesia, semisal, The Ford Foundation, The Asia
100
101
Foundation (TAF), TIFA, Oxfam, Hivos, dan beberapa lembaga donor
104
103
102
lain yang masih aktif memberikan bantuan keuangan kepada LSM di Indonesia
hingga saat ini.
Atas keberadaan lembaga donor asing tersebut, pertanyaan yang mengemuka
adalah seberapa besar kemungkinan LSM yang bergerak dalam agenda
pemberdayaan masyarakat memahami kepentingan utama lembaga donor
asing? Karena sangat mungkin lembaga donor asing tersebut akan membawa
pengaruh politik tertentu dan memaksakannya ke dalam program yang mereka
danai. Lebih jauh, seberapa mungkin LSM yang bergerak dalam agenda
pemberdayaan masyarakat mengakhiri ketergantungannya kepada lembaga
donor asing? Dua pertanyaan di atas setidaknya mampu merepresentasikan
P3M berupaya potret terkini LSM dan secara umum dalam gerakan pemberdayaan masyarakat
memotong rantai di Indonesia.
ketergantungannya
dengan lembaga
donor asing melalui Sulit dibantah bahwa banyak LSM yang hingga saat ini tidak bisa melepaskan
penerbitan buku dan diri dari ketergantungannya dengan lembaga donor asing. Upaya memotong
Jurnal Pesantren. ketergantungan tersebut memang pernah dilakukan oleh kelompok LSM yang
Baik LP3ES maupun
P3M meyakini bergerak dalam agenda pemberdayaan masyarakat. LP3ES, misalnya, berupaya
bahwa melalui jalur menjadi lebih mandiri dengan membentuk instutusi penerbitan, baik buku
penerbitan mereka maupun Jurnal Prisma. Begitupun P3M yang meski tanpa koordinasi dengan
dapat menjual buku
dan jurnal yang pada LSM-LSM lain, berupaya memotong rantai ketergantungannya dengan lembaga
perkembangannya akan donor asing melalui penerbitan buku dan Jurnal Pesantren. Baik LP3ES maupun
mampu mendatangkan P3M meyakini bahwa melalui jalur penerbitan mereka dapat menjual buku dan
laba sehingga
bisa membantu jurnal yang pada perkembangannya akan mampu mendatangkan laba sehingga
kekurangan finansial bisa membantu kekurangan finansial yang memang kerap menjadi penghambat
yang memang kerap produktivitas dan kreativitas LSM.
105
menjadi penghambat
produktivitas dan
kreativitas LSM. Namun persoalannya, beragam langkah tersebut dalam perjalanannya tidak
banyak membawa hasil. Mereka tetap saja bergantung secara dominan atas
bantuan lembaga dana asing. Mungkin, cara paling efektif memotong rantai
ketergantungan LSM dengan lembaga donor asing adalah dengan tidak
melakukannya sendiri-sendiri, seperti dilakukan LP3ES maupun P3M, tetapi
498