Page 516 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 516
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3
Belakangan, seiring posisi Indonesia yang sudah dianggap sebagai negara dengan
tingkat kemajuan demokrasi yang stabil, lembaga-lembaga donor cenderung
mempersedikit jumlah dana hibah dalam rangka penguatan demokratisasi—
mereka saat ini lebih condong mengalihkan perhatian pada megaproyek global
perang melawan terorisme—yang pada gilirannya memengaruhi dana untuk
LSM di Indonesia. Namun, fakta tersebut nyatanya tidak menyurutkan animo
beberapa LSM untuk tetap berjuang mendapatkan bantuan pendanaan dari
lembaga donor asing, salah satu caranya dengan memperluas fokus program.
Langkah tersebut dilakukan, misalnya oleh LSAF, Paramadina dan LKIS. Jika
sebelumnya mereka fokus pada ranah politik, penguatan demokrasi dan civil
society, belakangan mereka mengambil tema pendidikan sebagai salah satu
fokus yang ditawarkan kepada lembaga donor asing. Living Values Education
(LVE) merupakan contoh program yang sejauh ini berhasil membuat The
109
Asia Foundation (TAF) memberikan bantuan pembiayaan kepada mereka.
110
Terhitung sejak tahun 2009, TAF dibawah koordinasi Budhy Munawar-Rachman,
secara rutin mendukung pembiayaan kegiatan LVE ketiga lembaga tersebut.
Fokus kegiatannya adalah pelatihan dan pendampingan LVE untuk guru dan
dosen di sekolah, pesantren dan Perguruan Tinggi. Kasus ini setidaknya
111
semakin menegaskan betapa LSM hingga saat ini masih sulit melepaskan diri
dari ketergantungannya pada pendanaan pihak asing.
Lembaga donor asing
pada akhirnya memang Selain nasib ketergantungan LSM kepada lembaga donor asing, hal yang juga
masih terlalu tanggung kiranya perlu dicatat terkait keberadaan LSM saat ini adalah tentang seberapa
menghegemoni
kelompok LSM. Dengan jauh LSM mampu menjaga radar gerakannya pada kelompok masyarakat
kekuatan finansial yang yang dibela? Ambil contoh LSM yang bergerak dalam agenda pengembangan
mereka miliki, lembaga masyarakat melalui pesantren. Evaluasi yang telah dilakukan oleh mereka yang
donor asing seperti tak terlibat langsung dalam gerakan ini adalah bahwa dalam beberapa aspek,
tersentuh melancarkan
beragam agenda di program pengembangan masyarakat oleh pesantren belum mencapai hasil yang
Indonesia melalui memadai dibandingkan masalah-masalah mendesak yang dihadapi masyarakat
tangan LSM. Menjadi
semakin kokoh ketika di pedesaan kala itu. Tentang ini, Dr. Bisri Effendy menjelaskan beberapa kasus
faktanya, pemerintah menarik yang ia temukan,
yang sebenarnya juga
memiliki kekuatan
finansial, cenderung ”Kasus pertama adalah tentang banyaknya santri pesantren (TPM) yang
berada di posisi yang merupakan hasil binaan LP3ES, kala itu menjadi ibarat rentenir, menarik
berseberangan dengan uang dari masyarakat. Mereka, dengan sistem yang diberlakukan
kelompok LSM. Kondisi LP3ES kala itu, menjadi tidak memiliki semangat untuk melakukan
inilah yang membuat
banyak LSM hingga pengembangan masyarakat. Kasus kedua, perihal ide community
saat ini tidak bisa development di pesantren, nyatanya tidak tuntas dan bahkan tidak
melepaskan diri dari terejawantahkan dengan baik di kalangan komunitas pesantren, utamanya
ketergantungannya
pada pendanaan pihak kelompok kyai. Selain tidak tuntas melakukan sosialisasi, LP3ES juga tidak
asing. mampu mencegah penyimpangan orientasi program, seperti dapat dilihat
dari kasus pertama. Di sini, tampak begitu lemah kontrol yang dilakukan
500