Page 519 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 519

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3







           Endnotes
           1    Wawancara dengan Prof. Dr. Dawam Rahardjo, Cendekiawan Muslim, Dewan Pengurus
                LP3ES, di Jakarta, 04 April 2014.
           2    Istilah NGO pertama kali muncul dalam Bab 10 Pasal 71 Piagam PBB dan merujuk pada
                organisasi non negara yang mempunyai kaitan dengan badan-badan PBB atau mitra
                organisasi ini ketika berinteraksi dengan organisasi non-pemerintah. Tahun 1968, PBB
                melalui ECOSOC membentuk Committee on NGO. Sejak itu, istilah NGO mulai digunakan
                oleh komunitas ienternasional. Di Indonesia, padanan dari istilah NGO adalah Lembaga
                Swadaya  Masyarakat  (LSM)  yang  dimunculkan  oleh  lokakarya  kerja  sama  terpadu
                pengembangan pedesaan yang diselenggarakan Sekretariat Bina Desa (SBD), 13-15 April
                1978, di Ungaran, Jawa Tengah. Lihat Adi Suryadi Culia, Rekonstruksi Civil Society: Wacana
                dan Aksi Ornop di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2006), hal.63-65.
           3    Krisis ekonomi terparah yang dialami Indonesia berlangsung dari tahun 1959 hingga 1966.
                Pada tahun 1965, inflasi Indonesia mencapai 500 persen dan harga beras naik hingga 900
                persen. Bahkan defisit anggaran belanja tahun itu mencapai 300 persen dari pemasukan.
                Sementara tahun berikutnya inflasi Indonesia mencapai 650 persen per tahun 1966.
                Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah Sukarno terhadap
                pembangunan ekonomi dan lebih mengutamakan pembangunan politik. Kala itu, politik
                dijadikan panglima dan pembangunan ekonomi disubordinasikan pada pembangunan
                politik. Ditambah lagi, Sukarno selaku Presiden begitu sering terlibat dalam berbagai
                aktivitas luar negeri, seperti konfrontasi dengan Malaysia. Tentang ulasan krisis ekonomi
                Orde Lama, lihat Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1988),
                hal.9-10. Lihat juga, Tim Kompas, Warisan (daripada) Soeharto (Jakarta: Penerbit Buku
                Kompas, 2008), hal.85.
           4    Krisis politik bermuara utamanya pada percobaan kudeta diiringi dengan konflik berdarah,
                dikenal sebagai Gerakan 30 September (G-30-S), yang tampak sebagai kemelut nan kusut
                tanpa kepaduan.  Alih-alih  kejelasan fakta,  masyarakat  hingga kini  tetap disuguhkan
                kekaburan berita perihal apa yang terjadi saat itu, mengapa itu terjadi dan siapa sebenarnya
                yang  bertanggung jawab  atas tragedi  tersebut.  Terkait ulasan  atas  tragedi ini, lihat
                misalnya, John Hughes, Indonesian Upheaval (New York: David McKay, 1967), Nugroho
                Notosusanto dan Ismail Saleh, The Coup Attempt of the “September 30th Movement”
                in Indonesia (Jakarta: n.p., 1967), B.R. O’G Anderson dan Ruth T. McVey, A Preliminary
                Analysis of the October 1, 1965 Coup in Indonesia (Ithaca: Cornell Modern Indonesia
                Project, 1971), John Roosa, Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and
                Suharto’s Coup d’État in Indonesia (Madison: University of Wisconsin Press, 2006), Helen
                Louise Hunter, Sukarno and the Indonesian Coup: The Untold Story (Westport, CT: Praeger
                Security International, 2007).
           5    Mohtar Mas’oed, Ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru 1966-1971, (Jakarta: LP3ES,
                1989), hal. 23.
           6    Penting dicatat dalam hal ini adalah peran dari lima tokoh Fakultas Ekonomi Universitas
                Indonesia yang dalam perjalanannya didaulat menjadi penasehat ekonomi Suharto di
                sekitar tahun 1966, tidak lama setelah Gerakan PKI selesai. Tahun berikutnya, ketika
                Suharto mulai merealisasikan agenda pembangunan, empat dari lima penasehat ekonomi
                Suharto itu dipercaya untuk menjadi  menteri dan empat orang orang ahli ekonomi
                lagi memegang beberapa  portofolio. Dari ide-ide ahli ekonomi itulah muncul konsep
                “pembangunan” yang pada perkembangannya menjadi jargon utama pemerintahan
                Orde Baru. Lihat, Fachry Ali & Bahtiar Effeny, Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi
                Pemikiran Islam Masa Orde Baru, (Bandung; Misan, 1986), hal. 105.
           7    Lihat Dewi Fortuna Anwar, “Format Politik Orde Baru dan Agenda Pengembangan
                Demokrasi Politik”, dalam, Syarofin Arba (Ed.), Demitologisasi Politik Indonesia: Mengusung
                Elitisme dalam Orde Baru, (Jakarta: PT Pustaka CIDESINDO, 1998), hal. 3-4
           8    Dalam  hal  ini  strategi  pemerintah  dituangkan  dalam  bentuk  Repelita  (Rencana
                Pembangunan  Lima  Tahun).  Adapun  Bappenas  (Badan  Perencanaan  Pembangunan
                Nasional)  pada  perkembangannya  menjadi  lembaga  yang  berperan  penting  dalam
                merumuskan ide-ide pembangunan pemerintah Orde Baru. Lihat, Mustopadidjaja AR,





                                                                                                 503
   514   515   516   517   518   519   520   521   522   523   524