Page 547 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 547
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3
Sosialisasi pengelolaan zakat dengan model institusi selalu dilakukan setiap
saat terutama oleh para amilin untuk meningkatkan hasil zakat dari masyarakat
(muzakki), baik zakat harta (mal) maupun zakat fitrah. Seruan para kiyai atau
ustadz Muhammadiyah sangat efektif untuk memperkuat peran lembaga zakat
seperti dengan menyampaikan tausiyah (nasehat agama) bahwa berzakat
kepada selain lembaga zakat dianggap tidak sah. Untuk memperkuat alasan
ini, rujukan al-Quran seperti dalam surat al-Tawbah: 60 disampaikan kepada
masyarakat, ditambah dengan sumber hadis Rasulullah tentang praktek di
zamannya. Alasan lain yang bisa memberikan kesadaran masyarakat adalah
bahwa pemberian zakat secara individual dan disampaikan secara personal
kepada mustahiq (penerima zakat) akan terjadi kekacauan dan ketidakadilan
penerima zakat, seperti terjadi penumpukan penerimaan zakat pada individu
atau kelomok tertentu. Melalui lembaga, sistem pembagian zakat akan lebih
merata dan adil. 73
Seruan Muhammadiyah Kendal kepada warganya dengan logika keagamaan
dan sosial ini menumbuhkan semangat kebersamaan dan solidaritas yang lebih
tinggi, yaitu dengan peningkatan pembayar zakat dari tahun ke tahun. Pada
priode 1999-2003, jumlah zakat yang terkumpul mencapai Rp 235.898.045,-
(1999), Rp 346.780.900,- (2000), Rp 471.307.465,- (2001), 492.185.400,-
(2002) dan Rp 524.026.775,- (2003). Yang menarik dari para amilin ini
74
adalah bekerja berdasar pada pengabdian tanpa gaji atau honor tetap dari hasil
zakat. Di sinilah model semangat keikhlasan yang dipraktekkan. Amilin hanya
mendapat bagian sekali dan kecil di akhir kepanitian yang berlangsung selama
6 bulan dari bulan Rajab hingga Zulhijjah, mulai dari pengumpulan hingga
pendistribusiannya. 75
Hasil dana zakat yang terkumpul seperti diuraikan di atas didistribusikan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin dan dhuafa. Untuk zakat mal
(harta) disalurkan kepada santunan dhuafa, pemberian modal pengusaha kecil,
santunan untuk guru ngaji dan madrasah, da’i (ustadz), beasiswa, bantuan
pendidikan dan kesehatan. Sementara untuk infaq, shadaqah dan wakaf yang
bermakna lebih luas dialokasikan untuk perbaikan dan penyediaan sarana dan Pada tahun 1950,
prasarana fisik seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan masjid. 76 NU mendirikan bank
Nusantara dan Bank
Haji di Jakarta dan Bank
Jejak Muhammadiyah dalam aktifitas ekonomi juga diikuti oleh Nahdhatul Mualim pada 1960 di
Ulama (NU) yang didirikan 1926. Sebagai organisasi keagamaan yang dikenal Semarang. ada tahun
tradisional dari kumpulan para kiyai dan santri, NU memiliki ciri berbeda dari 1990, NU mencoba
membuka kembali
Muhammadiyah. Dengan dominasi pengikutnya di Jawa, kegiatan ekonomi bank BPR di Jawa Timur
anggotanya cenderung bersifat lokal. Di Surabaya, misalnya, NU mendirikan dengan melakukan
kerjasama dengan
PT Hamzah Jaya sebagai perusahaan cabang yang bergerak dalam pengolahan PT Sinar Bumi dan PT
singkong. Perusahaan ini melibatkan ratusan pekerja dan mengekspor 250 Sumber Nilaiarta.
ton singkong kering setiap tahun. Cabang usaha lain di Magetan bergerak
dalam kerajinan tangan. Pada tahun 1950, NU mendirikan bank Nusantara
dan Bank Haji di Jakarta dan Bank Mualim pada 1960 di Semarang, walaupun
531