Page 548 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 548
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3
akhirnya semuanya bankrut karena lemahnya manejemen. Pada tahun 1990,
NU mencoba membuka kembali bank BPR di Jawa Timur dengan melakukan
kerjasama dengan PT Sinar Bumi dan PT Sumber Nilaiarta. Usaha perbankan ini
rencananya akan dikembangkan menjadi 2000 unit BPR dalam jangka waktu
10 tahun untuk melayani 200.000 pengusaha kecil dana penduduk pedesaan
jamaah NU. Walaupun sistem BPR ini masih menerapkan bunga, NU nampaknya
masih menganggapnya sebagai praktek yang diperbolehkan, karena sistem
bank Islam belum berdiri. Ekspansi bisnis NU, terutama kerjasama dengan
bank, terus dikembangkan yaitu dengan menjalin kerjasama pada Juni 1990
dengan Bank Summa, yang dimiliki keluarga Soerjadjaya. Obsesi NU, terutama
yang digerakkan Abdurrahman Wahid, adalah berusaha untuk mendirikan
2000 BPR di seluruh Indonesia. Kehadiran Bank Summa berperan penting untuk
menyediakan staf, kongsi saham dan training para pegawai. 77
Dalam bidang pertanian, NU menggunakan pesantren seluruh Indonesia
sebagai pusat pengembangan industri agrikultur. Pesantren dapat mengajukan
kredit ke BPR Nusumma untuk pembiyaan usaha pertanian. Komoditas yang
menjadi pilihan usaha saat itu adalah jagung, kacang kedele, nenas dan
sayuran. Expor pertama hasil usaha tani ini adalah nenas ke Taiwan pada 13
Juli 1991. Disamping itu NU juga mengembangkan usaha lain yang bergerak
dalam bidang pengolahan singkong menjadi tepung melalui kerjasama dengan
perusahaan asal Thailand, Bangna Steel Work dan PT Morelly Aswaja, salah satu
perusahaan agribisnis NU.
Institusionalisasi Zakat
Dalam kasus zakat, upaya institusionalisasi dan nasionalisasi telah digagas,
melalui pembentukan BAZNAS pada 10 Januari 1968, oleh MUI dengan tokoh
utamanya adalah Buya Hamka. Tanggal 26 Oktober 1968, dalam peringatan
Isra’ dan Mi’raj, Soeharto menawarkan diri menjadi amil zakat nasional yang
diikuti oleh keluarnya surat perintah (no. 07/PRIN/10/1968) tentang bantuan
administrasi penerimaan zakat. Kesediaan Soeharto untuk menjadi amil zakat
78
pada masa itu sebagai upaya mengambil simpati dari umat Islam. Dampak dari
kesediaan Soeharto saat itu, walaupun sikapnya masih menyisakan multitafsir,
didirikan Badan Amil Zakat di daerah-daerah, seperti Aceh, Kalimantan, Jawa
532