Page 581 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 581
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3
Agar jamaah tidak terjebak dalam lilitan hutang karena kekuarangan biaya
berhaji, pemerintah menyarankan para jamaah membeli tiket pulang-pergi
(retourbilljet). Pemerintah menyeru kepada agen-agen maskapai untuk menjual
tiket jenis ini dan melarang penjualan tiket untuk sekali perjalanan. Gagasan ini
sesungguhnya juga disampaikan Sayid Usman bin Yahya al-Alawi, mufti Betawi
yang pernah menjabat wakil Snouck Hurgronje ketika memimpin Het Kantoor
45
Islamitische en Arabische Zaken yang berpusat di Batavia. Hal yang sama
juga disampaikan Snouck Hurgronje, yang mengatakan bahwa retourbilljet ini
memberi manfaat bagi para jamaah dan juga penduduk pribumi. 46
Pungutan liar kepada jamaah haji sebenarnya bukan hanya dilakukan oleh
oknum yang mengeruk keuntungan sepihak, melainkan juga oleh kalangan
pejabat kolonial. Atas dalih pengamanan saat berhaji, mereka menarik retribusi
dari para jamaah yang nantinya dialirkan guna menambah kas kolonial.
Mereka yang akan berangkat haji wajib membayar iuran ini. Gubernur Jenderal
menegasakan hal ini dalam surat keputusannya tertanggal 18 Oktober 1825,
yakni:
… ditentukan dan selanjutnya ditegaskan untuk tidak akan memberi pas
kepada kawula yang akan ke Arab, bila menolak membayar f.110 untuk
tiap pas (surat jalan). Uang tersebut akan mendatangkan keuntungan
bagi masjid dan kepala negeri di karesidenan masing-masing. Karena itu
residen wajib memungut uang itu secara periodik dan mencatat setiap
pas yang diberikan kepada calon jamaah …”
47
Oleh sebab sifat dari iuran ini adalah wajib, maka bagi jamaah haji yang
tidak memenuhinya akan mendapat sangsi dari pemerintah kolonial, bahwa
sekebalinya ke Jawa mereka akan dikenakan pembayaran dua kali lipat dari
ketentuan hukum yang berlaku kala itu, yakni 110 gulden. 48
Untuk mencegah hal-hal yang tidak dikehendaki terkait jati diri dan kepribadian
jamaah haji, bupati atau pejabat pemerintah menyelenggarakan uji kelayakan
bagi setiap pribumi yang ingin menunaikan haji. Bupati dibantu oleh sebuah
komisi khusus, menyeleksi siapa yang berkelakuan baik, cukup perbekalan,
meninggalkan biaya hidup bagi kaluarga yang ditinggalkan dan tidak
membahayakan pemerintah. Berdasarkan rekomendasi (surat keterangan)
Bupati itu, residen berkewajiban memberikan pas. Berikut merupakan sepucuk
surat pengantar dari Bupati Brebes tertanggal 2 September 1858, Nomor 216,
yang berisi permohonan mendapatkan pas untuk kawulanya yang ingin berhaji;
“…kita orang soedah priksa dan kassie mengerti sama dia orang djangan
sampe dia orang bikin bodo sama negri poera-poera sadja pergie hadjie,
djikaloe bessok dia orang poelang dari Meka djadie hadjie mistie kassie
565