Page 586 - SKI jld 3 pengantar menteri Revisi Assalam
P. 586
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 3
Sekitar tahun 1894, Ada satu kisah unik yang dialami Vreekoloos, seorang
Belanda, pemilik sebuah kapal yang berlayar ke Mekah. Di Mekah, ia menghadap
raja dan menyatakan diri masuk Islam. Beberapa waktu kemudian, ia meminta
izin agar jamaah yang hendak kembali ke Nusantara boleh menumpang
di kapalnya, dengan ongkos antara f.31-37. Sebagian dari ongkos yang
dikumpulkan itu diberikan kepada raja. Syekh mendapat tugas dari raja agar
sunguh-sungguh mencari penumpang. Setelah dapat, penumpang itu dilarang
pindah ke kapal lain. Jika Syekh tidak berhasil memperoleh calon penumpang,
ia akan mendapat ancaman kehilangan pekerjaannya . Kisah ini menunjukkan
58
bahwa adanya unsur bisnis dalam melaksanakan ibadah haji.
Setiap tahun, jumlah syekh semakin berkurang karena tidak mendapat pelanggan.
Pada tahun 1914, misalnya, jumlah Syekh resmi terdaftar di Konsulat sebanyak
186 orang. Masing-masing Syekh saat itu hanya mendapat tamu 50 orang.
Selama 3-6 bulan, rata-rata Syekh hanya memperoleh pendapatan f.60.00,-.
Tetapi karena biaya yang kian tinggi, syekh merugi sebab tidak sesuainya antara
pemasukan dengan pengeluaran dari jamaah yang menjadi tanggungannya. 59
Sepanjang pelaksanaan ibadah haji, mulai dari mencari calon jamaah haji,
melaksanakan ritual haji hingga pulang kembali ke tanah air, kedudukan dan
fungsi Syekh sangat vital. Syekh, selain sebagai pemandu juga mempunyai
maksud mengunduh keuntungan dari jamaahnya. Ditambah lagi ada anggapan
bahwa jamaah haji asal Nusantara merupakan “sasaran empuk” bagi orang-
orang yang tinggal di Mekkah. Terlebih bagi oknum Belanda, khususnya
perusahaan Swasta, seperti Herklots dan Firma Assegaf & Co, benar-benar
Jemaah haji yang mengekploitasi jamaah sebagai sumber pendapatan.
kian tahun semakin
meningkat, membuat
pemerintah Belanda Kemunculan Herklots dan Firma Assegaf & Co di dunia perhajian Nusantara
kewalahan dalam adalah pertanda penyelenggaraan ibadah haji sudah mengalami swastanisasi.
menanganinya, Jemaah haji yang kian tahun semakin meningkat, membuat pemerintah Belanda
sehingga mengundang
beberapa maskapai kewalahan dalam menanganinya, sehingga mengundang beberapa maskapai
swasta untuk swasta untuk memberangkatkan dan memulangkan jamaah haji. Kebijakan
memberangkatkan pintu terbuka yang diberlakukan pemerintah ini belakangan menjadi bumerang
dan memulangkan
jamaah haji. Kebijakan yang justru menyusahkan mereka dikarenakan orientasi maskapai swasta
pintu terbuka ini kebanyakan mengeruk keuntungan sepihak tanpa dibarengi pelayanan
yang diberlakukan memadai. Tidak jarang para jamaah haji mengalami pemerasan oleh petugas
pemerintah ini
belakangan menjadi kapal. Hal ini diperparah dengan kehadiran para Syaikh yang sebenarnya adalah
.60
bumerang yang justru calo yang mengeksploitasi para jamaah Sama seperti masa Kongsi Tiga, era
menyusahkan mereka swastanisasi haji ditandai dengan persaingan antar-maskapai mendapatkan
dikarenakan orientasi
maskapai swasta ini calon jamaah haji sebanyak-banyaknya.
kebanyakan mengeruk
keuntungan sepihak Kedua maskapai swasta ini menorehkan tinta merah dalam sejarah perhajian
tanpa dibarengi
pelayanan memadai. Nusantara sebagai maskapai yang melakukan kecurangan terhadap para
pelanggannya. Strategi yang digunakan oleh Herklots dalam mengonsolidasikan
570