Page 116 - REMPAH, JALUR REMPAH, DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA
P. 116
106 REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA
dalam memberikan dukungan pada kekuatan laut dengan segala macam
perbentengannya yang tersebar di seluruh dunia. Kayu jati yang memadai
tidak diperoleh di Portugal untuk membuat kapal yang mendukung kekuatan
lautnya. Kebutuhan kayu yang berasal dari dalam negeri hanya bisa digunakan
untuk membuat kapal yang melayari sungai-sungai yang dapat digunakan
untuk pengangkutan dari hutan di pedalaman. Hutan pinus Leiria, ditanam di
dekat pantai oleh raja selama Abad Pertengahan untuk memasok kayu yang
digunakan untuk membuat kapal. Kualitas kayunya pun juga tidak begitu baik.
Banyak kayu jati yang dibeli di Biscaya dan Eropa Utara, di samping keperluan
lainnya untuk membuat kapal seperti paku, plat besi, kanvas dan material lain
untuk layar dan kisi-kisinya, juga diperoleh di sana.
Kekurangan kayu jati itu dapat ditutup dari India di mana hutan jati di
pantai barat mampu memasok galangan kapal di Goa. Kayu dari sini dikenal
sebagai kayu yang tahan lama dan dapat digunakan untuk membangun kapal-
kapal besar dan gallela di abad XVI dan XVII. Para pembuat kapal di galangan
kerajaan di Lisabon dan Oporto juga menghasilkan kapal-kapal pengangkut
yang baik, yang membangkitkan kekaguman para pelaut Eropa lainnya.
Namun untuk membangun sebuah kapal yang besar diperlukan waktu yang
lama dan mahal. Setelah jadi juga sukar untuk dimodifikasi. India, Malaya dan
Cina dikenal sebagai wilayah pemasok kayu tak terbatas untuk mengganti
bagian yang rusak atau hilang di lautan lepas. Namun, jumlah pelaut Portugis
dirasakan sangat kurang. Akibatnya, perkapalan Portugis khususnya dalam
perdagangan antarpelabuhan Asia, sejak zaman Albuquerque semakin banyak
dikelola oleh pelaut Asia. Para pelaut Asia bekerja bersama dengan beberapa
orang kulit putih atau perwira Eurasia. Bahkan kapal-kapal besar berkapasitas
1000-2000 ton yang berlayar antara Goa, Macao dan Nagasaki bisa diawaki
seluruhnya oleh orang Asia dan budak Negro, terlepas dari perwira dan lima
belas atau dua puluh orang serdadu dan penembak meriam Portgis. Di kapal
Portugis yang melayani perdagangan antarpelabuhan Samudera India, kapten
atau nahkodanya kadang-kadang hanya ada satu orang kulit putih di atas
kapal. Pemandu dan juru kapal serta para pelautnya sering orang-orang Islam
Gujarat. Pada 1539 ditemukan bahwa D. Joao de Castro, ketika mengadakan